POKOK PEMIKIRAN FEMINISME EKSISTENSIALIS, POSMODERN, MULTIKULTURAL DAN GLOBAL, EKOFEMINISME



POKOK PEMIKIRAN FEMINISME EKSISTENSIALIS, POSMODERN,
MULTIKULTURAL DAN GLOBAL, EKOFEMINISME
                                                                                









RAHMAT ADIANTO
N1D116034

PROGRAM STUDI SASTRA INDONEISA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
Feminisme Eksistensial

1.      Pokok Pemikiran Feminisme Eksistensial

Sartre membuat perbedaan antara pengamat dan yan diamati dengan membagi Diri kedalam dua bagaian, yaitu Ada untuk dirinya sendiri (Pour-Soi) dan Ada dalam dirinya sendiri (en-Soi). Ada pada dirinya sendiri mengacu pada material repetitif yang dimiliki oleh manusia dengan binatang, sayuran, dan mineral. Ada dalam dirinya sendiri mengacu pada kehadiran yang bergerak dan berkesadaran yang hanya dimiliki manusia.
Selain kedua bentuk ke-Ada-an, Sartre juga menambahkan ada yang ketiga, yaitu Ada untuk yang lain. Terkadang Sartre menggambarkan modus ke-Ada-an ini dalam dua bentuk. Secara positif atau sebagai Mit-Sein, sebagai Ada dengan Komunal. Secara negatif , yaitu Ada melibatkan “konflik personal karena setiap Ada untuk dirinya sendiri berusaha untuk menemukan dirinya sendiri secara langsung atau tidak langsung menjadikan yang lain sebagai objek.
Sartre menganalisis beberapa jenis bad faith, yang paling tipikal adalah menyembunyikan diri dalam peran yang tampaknya tidak memberikan ruan untuk melakukan pilihan. Modus lain Bad faith terjadi ketika kita berpura-pura menyamakan diri dengan benda, bahkan kita adalah tubuh atau objek yang dapat diamati.
Menurut Sartre, jika seorang manic-depressive atau obsessive-compulsive tidak dapat menjelaskan kesakitannya. Menurut Sartre, hubungan antar manusia adalah variasi dari dua bentuk dasar tema konflik; konflik antara kesadaran yang saling bersaing, yaitu antara Diri dan Liyan. Pertama, ada cinta, yang pada dasarnya bersifat masokistik. Kedua, ketidakpedulian, hasrat, dan kebencian, yang pada dasarnya bersifat sadistis.
Ketika Beauvoir mencari jawaban di luar biologi dan psikologi, terutama psikoanalisis, untuk mendapat penjelasan yang lebih baik mengenai ke-Liyanan perempuan, Beauvoir kecewa. Menurut Beauvoir, Freudian tradisional pada dasarnya menceritakan hal yang sama tentang perempuan: Bahwa perempuan adalah makhluk yang harus mengatasi kecenderungan nafsu seksualnya dan kecenderungan “feminin”-nya, yang pertama diekspresikan melalui erotisme klitoral, yang kedua melalui erotisme vaginal. Untuk memenangkan pertarungan ini—untuk menjadi normal—perempuan harus mengatasi kecenderungan nafsu seksualnya dan memindahkan hasratnya dari perempuan ke laki-laki. Lebih rincinya, Beauvoir malihat penjelasan Freud atas ke- Liyanan perempuan adalah tidak lengkap. Ia menyalahkan para pemikir freudian karena mengajarkan bahwa status sosial perempuan yang rendah dibandingkan laki-laki adalah semata-mata karena perempuan tidak memiliki penis.
Beauvoir menspesifikasi peran sosial sejalan dengan utama yang digunakan oleh Diri, subjek, untuk menguasai Liyan, objek. Sebagaimana diamati Beauvoir, peran sebagai istri membatasi kebebasan perempuan.
Menurut Beauvoir, ada tiga jenis perempuan yang memainkan peran “perempuan” sampai ke puncaknya. Mereka adalah pelacur, narsis, dan perempuan mistis.
Dia melacurkan dirinya, menurut Beauvoir bukan hanya untuk uang, tetapi juga untuk penghargaan yang ia dapatkan dari laki-laki sebagai bayaran bagi “ke-Liyanan”-nya.
Pada awalnya, narsisme menguntungkan bagi perempuan. Sebagai seorang yang tengah mengalami masa pubertas, ia “dapat membangun dari penyembahan atas egonya, suatu keberanian untuk menghadapi masa depan yang sangat tidak menyenangkan”. Pada akhirnya, narsisme menghambat kemajuan diri perempuan. Ia menjadi terikat oleh kebutuhan untuk memenuhi hasrat laki-laki dan untuk menyesuaikan diri dengan selera masyarakat.
Perempuan dalam kategori ini berbicara tentang Diri yang Agung seolah-olah Diri seperti itu adalah manusia biasa, dan kemudian membicarakan laki-laki seolah-olah laki-laki adalah Dewa.
Dalam proses menuju transedensi, menurut Beauvoir, ada empat strategi yang dapat dilancarkan oleh perempuan. Pertama, perempuan dapat bekerja. Kedua, perempuan dapat menjadi seorang intelektual, anggota dari kelompok yang akan membangun perubahan bagi perempuan.

2.      Kritik Terhadap Feminisme Eksistensialis

Jean Bethke Elshtain menyalahkan pemikiran Beauvoir dalam The Second Sex untuk tiga alasan. Ia mencatat, pertama, bahwa buku ini tidak dapat diakses oleh mayoritas perempuan. Imanensi dan trasedensi, esensi dan eksistensi, Ada bagi dirinya sendiri dan Ada pada dirinya sendiri adalah ide yang tidak muncul langsung dari pengalaman hidup perempuan, melainkan merupakan abstraksi yang muncul dari spekulasi sang filsuf ketika duduk di kursi goyang.

Dalam buku Man of Reason, sebuah buku mengenai konstruksi gender dalam filsafat barat, genevievie Lloyd berargumentasi bahwa kategori filosofis Beauvoir tidaklah sesuai dengan kebutuhan fundamental feminis.
Feminisme Posmodern

1.      Pokok Feminisme Posmodern

Feminisme Postmodern mengundang setiap perempuan yang berefleksi dalam tulisannya untuk menjadi feminis dengan cara yang diinginkannya. Feminis Anglo amerika, pada awalnya, mengacu kepada feminisme posmodern sebagai “feminisme Prancis” Karena kebanyakan pendukung feminisme posmodern adalah warga negara Prancis atau perempuan yang tinggal di Prancis (terutama Paris). Ketika audiens Inggris dan Amerika menyadari bahwa “feminisme Prancis” bukan semata-mata “keprancisan” mereka, melainkan pesrpektif filosofi mereka, para feminisme Inggris dan Amerika kemudian mulai menganggap feminisme Prancis sebagai feminisme posmodern.
            Audiens Inggris dan Amerika masih mempertahankan pandangan yang agak kaa terhadap feminisme fosmodern karena penerjemahan awal dari tulisan feminis posmodern yang sangat sedikit dan selektif. Bahkan jika berpendapat bahwa semua feminis posmodern tertarik kepada teori feminis dengan cara meminggirkan prakek feminis adalah salah, harus diakui bahwa kebanyakan feminis posmodern sangatlah piawai salam bidang teori. Karena feminis posmodern besikeras bahwa tujuan mereka adalah menulis sesuatu yang baru tentang perempuan.
Feminis Posmodern memanfaatkan pemahaman Beuavoir mengenai ke-Liyanan dan kemudian memumutarbalikannya. Perempuan masih merupakan Liyan, tetapi alih-alih menafsirkannya sebagai kondisi yang harus ditransendensi, feminis posmodern justru mengambil manfaatnya. Kondisi ke-Liyanan memungkinkan peremuan mengambil jarak dan mengiritisi norma, nilai, dan praktik-praktik yang dipaksakan oleh kebudayaan dominan (partiarki) terhadap semua orang, termasuk perempuan. Karena itu, ke-Liyanan, bersama segala keterkaitanya dengan opresi dan inferioritas. Ke-Liyanan juga merupakan cara ber-Ada, cara berpikir, dan cara bertutur yang memungkinkan adanya keterbuka, pluralitas, keragaman, dan perbedaan.
Feminis posmodern juga menentang gagasan diri yang menyatu (unified) dan terintegrasi (intergrated) dengan mengacu pada ide bahwa diri pada dasarnya terpecah, antara dimensi kesadaran dan dimensi ketidaksadaran. Feminis Posmodern juga menentang gagasan kebenaran dengan mengacu pada ide bahwa bahasa dan ralitas adalah variabel, dapat bertukat tempat, dan saling membutuhkan satu sama lain dalam aluran Heractitean.
Derrida mengkritisi tiga aspek dalam tatanan simbolik; (1) logosentrisme, keutamaan bahasa lisan, yang kurang tunduk terhadap interpretasi daripada tulisan; (2) Falosentrisme, keutamaan falus, yang mengkonotasikan suatu dorongan uniter terhadap satu tujuan yang dianggap dapat dicapai; (3) dualisme, ekspresi yang menempatkan segala sesuatu dalam oposisi biner. Derrida menawarkan istilah difference untuk menggambarkan kesenjangan antara realitas dan bahasa yang membingungkan kita.
Menurut Cixous, setiap dikotomi ini terinspirasi dari oposisi laki-laki dan perempuan yang mengasosiasikan laki-laki dengan segala sesuatu yang aktif, kultural, terang, tinggi, atau sacara umum positif, sementara perempuan diasosiasikan dangan segala sasuatu yang pasif, alami, gelap, rendah, atau secara umum negatif. Lebih jauh lagi, istilah laki-laki-perempuan menunjukkan bahwa istilah kedua mengacu atau menyimpang dari istilah pertama. Laki-laki adalah Diri, perempuan adalah Liyan.
Irigaray mengkalim bahwa jika perempuan ingin mengalami dirinya sebagai sasuatu yang lebih dari sekadar “sampah” atau “ekses” dalam margin yang tersruktur sangat kecil dalam dunia laki-laki, tiga bagian tindakan tersedia bagi perempuan. Pertama, perempuan dapat mencipatakan bahasa perempuan dengan menghindari bahasa laki-laki. Kedua, perempuan dapat menciptakan bahasa perempuan. Ketiga, dalam usaha menjadi dirinya sendiri, perempuan dapat meniru tiruan yang dibebankan laki-laki kepada perempuan.
seperti Cixous dan Irigaray, Kristeva menentang indentifikasi “feminin” dengan perempuan biologis, dan “maskulin” dengan laki-laki biologis. Ia beranggapan bahwa seorang anak memasuki tatanan simbolik, si anak dapat mengidentifikasikan diri dengan ibu atau ayahnya. Bergantung pada pilihan yang diambilnya. Seorang anak dapat menjadi kuarang atau lebih “feminin” atau “maskulin”. Walaupun Kristeva mengakui bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai identitas seksual yang berbeda, tidak berarti ia berpendapat bahwa identitas ini dimanifestasikan dengan cara  yang sama oleh setiap “perempuan” dan “laki-laki”.

2.      Kritik Feminisme Posmodern

Beberapa kritikus menolak feminism Posmodern sebagai “feminism bagi kalangan akademik”. Menurut pandangan mereka, feminis meminis postmodern sulit dimengerti, dengan memandang kejelasan sebagai satu dari tujuh dosa yang paling besar dari tatanan falogosentris. Dalam lingkaran rekan dan orang-orang yang bebrbagi perspektif filosofinya, feminis postmodern “menggunakan bahasa dan gagasan dengan cara khusus, sehingga siapa pun di luar itu tidak dapat memahami apa yang mereka tengah kerjakan.

Feminisme Multikutural dan Global

1.      Pokok Pemikiran Feminisme Multikutural dan Global

Ada banyak kesamaan antara feminisme multikultural dan feminisme global. Keduanya menentang “esensialisme perempuan”, yaitu pendangan bahwa gagasan tentang “perempuan” ada sebagai bentuk platonikk, yang seolah setiap perempuan, dengan darah dan daging sesuai dalam kategori itu. Kedua pandangan feminisme ini menafikan “Chauvinisme Perempuan”, yaitu kecenderingan dari segelintir perempua, yang diuntungkan karena ras atau kelas, misalnya, untuk berbicara atas nama perempuan lain.
Dalam beberapa hal, pemikiran feminis multikultur berhubungan dengan pemikiran multikutur, yaitu suatu ideologi yang mendukung keberagaman, yang saat ini diminati di Amerika Serikat. Kesatuan adalah tujuan dari generasi sebelumnya, yammg menyebutkan bahwa Amerika Serikat merepresntasi ide e pluribus unum “berbeda-beda tapi tetap satu.” Menurut sejarawan Arthur M. Schlesinger Jr., imingran awal ke Amerika Serikat bercita-cita untuk menjadi manusia baru. Ia secara khusus mencatat bahwa imigran asal Prancis pada ke-18, J. Hector St. John de Creveoeur, yang tangkas berbicara mengenai gagasan pertukaran identitas.
Feminis multikultural menyambut perayaan atas perbedaan para pemikir multikultural, dan menyayangkan antara kondisi perempuan kulit putih, kelas menengah, heteroseksual, Kristen yang tinggal dinegara maju dan Kaya, dengan kondisi perbedaan dari perempuan lain yang mempunyai latar belakang yang berbeda.
Feminisme global berbeda dari feminisme multikultural karena feminis global berfokus kepada hasil opresi dari kenijakan dan praktek kolonial dan nasionalis; bagai mana Pemerintahan Besar dan Bisnis Besar membagi dunia kedalam apa yang disebut sebagai Dunia Pertama (Ranah Yang Berpunya) dan apa yang disebut Dunia Ketiga ( Ranah Yang Tidak Berpunya).
Dengan keyakinan bahwa perempuan dunia Kesatu hanya tertarik pada isu seksual, atau pada usaha yang meyakinkan bahwa diskriminasi gender adalah bentuk opresi terburuk yang dapat dialami seorag perempuan, banyak perempuan ketiga menekankan bahwa mereka lebih tertarik pada isi politik dan ekonomi daripada isu seksual. Feminis Dunia Kesatu lain yakin bahwa perempuan Dunia Kesatu tidak perlu mengabaikan keabsahan kepentingan-kepentingannya sendiri untu kengakui peran mereka dalam mengopresi orang-orang Dunia Ketiga.
Bagi feminis global, apa yang personal dan apa yang politis adalah satu. Apa yang terjadi dalam ranah pribadi seseorang di rumah termasuk yang terjadi di kamar tidur, mempengaruhi cara perempuan dan laki laki berelasi dalam tatanan sosial yang luas. Seperti kemudian tampak, masalah antara perempuan Dunia Kesatu dan perempuan Dunia Ketiga selalu mucul pada setiap koferensi perempuan internasional yang diadakan antara tahun 1975-1985.
Feminisme global mendorong perempuan Dunia Kesatu untuk bersikap kritis terhadap konferensi perempuan internasional yang diselenggarakan PBB, untuk mempertimbangkan kembali keberatan mereka terhadap konferensi-konferensi seperti itu. Priotiras perempuan Dunia Ketiga membantu menjelaskan beberapa dari mereka memandang perempuan Dunia Kesatu sebagai manusia arogan yang bersikap seolah-olah tahu segala sesuatu, yang sama sekali tidak mengenal opresi yang sesungguhnya.
Dengan menekankan bahwa segala sesuatu adalah isu perempuan, banyak feminis global menghadiri seluruh konferensi perempuan PBB dengan segal keinginan untuk menghapus garis arbitrer antara apa yang disebut sebagai isu perempuan dan isu politik, serta untuk menjembatani jurang pemisah antara pandangan perempuan Dunia Kesatu dan perempuan Dunia Ketiga.

Ekofeminisme

1.      Pokok Pemikiran Ekofeminisme

Menurut Warren, modus berpikir patriarki yang hirarkis, dualistik, dan opresif telah merusak perempuan dan gelas karena perempuan telah "dinaturalisasi" (natural = alami[ah]) dan alam telah "difeminisasi", maka sangatlah sulit untuk mengetahui kapan operasi yang satu berakhir dan yang lain mulai. Werren menekankan bahwa perempuan "dinaturalisasi" ketika mereka digambarkan melalui acuan terhadap binatang, sapi, serigala, ayam, ular, anjing betina, berang-berang, kelelawar, kucing, otak burung, otak kuda. Demikian pula alam "difeminisasi" ketika "ia" diperkosa, dikuasai, ditaklukkan, dikendalikan, dipenetrasi, dikalahkan, dan di tambang oleh laki-laki, manusia atau bahkan disembah sebagai "ibu" yang paling mulia dari segala ibu.
Environmentalis yang berorientasi manusia menekankan bahwa kita akan membahayakan diri kita sendiri jika kita membahayakan lingkungan. Jika kita menerobos sumber daya alam kita atau mencemarkan udara dan air, yang akan menderita bukan hanya kita sendiri, melainkan juga keturunan.
Menganggap diri sebagai "realistis" atau "pragmatis" mengenai isu lingkungan, environmental yang berorientasi manusia mengakui bahwa dari waktu ke waktu kita akan harus mengorbankan lingkungan untuk memenuhi kepentingan kita.
Filsafat Rene Descartes, yang mendahulukan pikiran/nalar atas materi, menurut para pengkritik environmentalisme yang berpusat pada manusia, berhubungan lebih jauh mendorong konsepsi mekanistik atas alam. Kayak India gratis bahwa kemampuan kita untuk berpikir ("saya berpikir maka saya ada") membuat kita menjadi "istimewa" yang kemudian mendorong kepada pandangan bahwa benda yang berpikir (res cogitans, atau manusia) ditakdirkan untuk menguasai benda yang tidak berpikir (binatang, tumbuhan, dan cadas).
Environmentalis yang berpusat pada manusia atau antropomorfik, yang kadang-kadang disebut juga "ekologi-dangkal", bertahan hingga akhir tahun 1940-an, ketiga generasi baru enviromentalis melancarkan enviromentalisme yang berpusat pada bumi, yang mereka beri istilah "ekologi-dalam".
Dari perspektif terhadap alam, sebagai lawan dari perspektif terhadap manusia (untuk mempergunakan istilah yang ditawarkan oleh Leopold) menurut Leopold, mengalir suatu etika lingkungan yang secara cepat diistilahkan sebagai "biosentris" atau "ekosentris".
Pemikiran Leopold adalah garda depan dari revolusi konseptual yang menggantikan antropomorfisme dari "ekologi dangkal" dengan biosentrisme dari "ekologi dalam". Ekofeminisme adalah varian yang relatif baru dari etika ekologis. Sebenarnya istilah ekofeminisme muncul pertama kali pada tahun 1974 dalam buku Francoise d'Eaubonne yang berjudul Le Feminisme La Mort. dalam karya ini ia mengungkapkan pandangan bahwa ada hubungan langsung antara operasi terhadap perempuan dan operasi terhadap alam. Ia mengklaim bahwa pembebasan salah satu dari kedua tidak terjadi secara terpisah dari yang lain.
Meskipun ekofeminisme setuju bahwa hubungan antara perempuan dengan alam adalah penyebab utama seksisme dan natural naturisme, mereka tidak sepakat dalam hal apakah hubungan perempuan dengan alam, pada dasarnya, bersifat biologis dan psikologis ataukah, pada dasarnya, bersifat sosial dan kultural.

2.      Kritik Ekofeminisme

Dalam Pemikiran Janet Biehl, ekofeminsme alam memlakukan kesalahan ketika mereka “membiologiskan perempuan dengan asumsi perempuan sebagai makhluk ekologis yang unik” yang mampu berhubungan dan memahami alam dengan cara yang laki-laki sama sekali tidak mempunyai kemampuan melakukannya, serta yang peduli merawat dengan cara, yang sekeras apa pun dicoba laki-laki, tidak akan pernah dapat melakukannya.
Biehl menegaskan bahwa ekofeminisme seperti Mary Daly telah menyesatkan perempuan dengan mengimpllementasikan bahwa perempuan dapat secara acak dan otoritatif “mengklaim kembali” makna hubungan perempuan-alam sebagai hubungan yang sunguh-sungguh positif. Faktanya menurut Beihl, hubungan pperempuan dan laki-laki “sangat merendehakan perempuan” dan beban kebudayaan yang negatif berabad-abad harus ditanggung perempuan tidak dapat begitu saja dilepaskan dengan cara mengklaim.
Carolyn Merchant berulangkali menergaskan bahwa analisis apa pun yang menjadikan esensi dan kualitas perempuan secara khusus mengikatkannya kepada takdir biologis, menghambat kemungkian perempuan untuk meraih kebebasan. Politik yang didasarkan  pada kebudayaan, pengalaman, dan nilai-nilai perempuan dapat dipandang sebagai reksioner. Perempuan adalah tidak lebih “alamiah” daripada perempuan adalah kultur.

           




Komentar

Postingan Populer