Analisis Kumpulan Cerpen “Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) Menggunakan Teori Feminisme Tong (Feminist Thought)


Analisis Kumpulan Cerpen “Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) Menggunakan  Teori Feminisme Tong (Feminist Thought)














Rahmat Adianto
N1D116034


Program Studi Sastra Indonesia
Jurusan Bahasa dan Sastra
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Halu Oleo
Kendari
2019

Dalam Feminisme Tong ( Feminist Thought) mengulas berbagai fenomena yang berkatan dengan feminisme dan gejalah-gejalah yang ditembukannya. Feminist Thought memaparkan begitu eksplisit berbagai aspek dengan paradigam-paradigma para pemikirnya. Teori yang akan digunakan dalam menganalisis cerpen berasal dari buku ini, misalnya yang akan digunakan beberapa judul seperti Feminisme Marxis dan Sosialis, Feminisme Psikoanalisis dan Gender, serta Feminisme Eksistensialis.

Kumpulan Cerpen Djenar Maesa Ayu terdiri dari beberapa judul cerpen “Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu)”, Jangan Main-Main dengan Kelaminmu, Mandi Sabun Mandi, Moral, Menyusu Ayah, Cermin, Saya adalah Seorang Alkoholik!, Staccato, Saya di Mata Sebagai Seorang, Ting!, Penthouse 2601, Payudara Nai Nai, menggabarkan fenomena kehidupan yang brutal, menjadi representasi kehidupan seorang perempuan yang harus menerima dan menjalani kehidupan ekstrem karena faktor lingkungan dan faktor biologis sehingga berpengaruh tehadap psike tokoh utama. Djenar benar-benar menggambarkan fenomena kehidupan perempuan dengan terang-terangan.

Dalam cerpen digambarkan juga bahwa kebudayaan patriarki menjadi salah satu penyebab ketidakadilan gender terhadap perempuan. Anggapan bahwa secara universal laki-laki berbeda dengan perempuan mengakibatkan perempuan ditempatkan dalam posisi nomor dua. Perbedaan ini terkonvensi dalam kehidupan masyarakat yang kemudian mempengaruhi pola pikir dan perilaku dalam sosial budaya. Hal demikian menjadikan posisi perempuan dinobatkan sebagai makhluk yang inferior, hanya cocok dengan ruang lingkup di ranah domestik saja.

Djenar melahirkan berbagai macam karakter karya yang berhubungan dengan gambaran seksualitas perempuan, ketimpangan-ketimpagan, serta ketidakadilan yang dialami oleh perempuan. Seksualitas dalam Kumpulan Cerpen “Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu)” digambarkan secara gamblang. Namun pada dasarnya Djenar berusaha membebaskan perempuan dari opresi dari laki-laki. Maka berbagai judul cerpen dalam kumpulan cerpen ini, dapat dianalisis dengan teori feminisme eksistensialis. Alasan penggunaan teori feminisme esksistensialis karena perempuan yang digambarkan sebagai tokoh utama dalam setiap cerpen dalam kumpulan cerpen ini berusaha mempengaruhi laki-laki dengan gairah eksualitasnya. Dengan demikian maka perempuan perlahan berusaha untuk eksis dan menunjukkan keberadaanya dengan cara memanfaatkan laki-laki sebagai objek pelampiasan.

Dalam Feminisme Marxis dan Sosialis, Tong Feminist Thought  (2010) mengemukakan bahwa dalam membedakan pemikiran Feminisme Marxis dan Sosialis tidaklah mudah  untuk dilakukan.  Ia mengatakan:

Selama masih ada laki-laki yang mempunyai cukup  uang untuk membeli pelayanan seksual perempuan, dan selama masih ada perempuan yang membutuhkan uang dan tanpa keahlian yang dapat dipasarkan,  perempuan-perempuan ini sangat mungkin akan memilih menjual tubuhnya untuk menghidupi diri dan dalam banyak kasus menghidupi anak-anaknya. Karena itu, melawan kapitalisme adalah juga melawan pelacuran. Kebanyakan perempuan tidak akan mempunyai akses terhadap pekerjaan yang bermakna dengan upah yang layak, hingga sistem kapitalis yang menjadi dasar eksploitasi mereka  dihancurkan. (Tong, 2010:172-173).

Dari kutipan teori di atas secara jelas pembicaraan yang berkaitan pekerjaan, tubuh, dan seks, feminis Marxis menolak  ideologi liberal yang mengklaim perempuan menjadi pelacur dan ibu pinjaman. karena mereka menyukai pekerjaan ini daripada pekerjaan lain. Berdasarkan teori kemasyarakatan, Marxis menganalisis bahwa kapitalis  menciptakan jurang yang dalam (kelas) antara dua kelompok yaitu pekerja  (miskin dan tidak memiliki properti) dan majikan (hidup dalam kemewahan). Ketika dua kelompok ini, yang punya dan yang tidak, menjadi sadar akan dirinya  sebagai kelas maka perjuangan kelas secara tidak terhindarkan akan timbul dan  pada akhirnya melucuti sistem yang menghasilkan kelas ini. Kelas tidak begitu  saja muncul. Kelas muncul secara perlahan-lahan dibentuk oleh orang-orang yang  berbagi kebutuhan dan keinginan yang sama. Dengan kata lain, kelas sosial adalah golongan dalam masyarakat.

“Sesungguhnya hubungan dengan istrinya baik-baik saja dan jika mereka punya anak, pastilah hubungan mereka tambah membaik. Ah... saya tidak bisa bayangkan, apa yang akan terjadi setelah istrinya melahirkan?” (Djenar, 2004: 9).

Berdasarkan kutipan di atas, Cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) Djenar Maesa Ayu menggambarkan perselingkuhan yang terjadi antara tokoh Saya (perempuan) dan tokoh Ia (laki-laki). Berdasarakan kutipan dari teori yang dikemukakan di atas, bahwa penyebab opersi bukan kelasisme dan seksisme tetapi karena sistem kapitalis dan pariarki yang menganggap perempuan sebagai objek pelampiasan berahi melalui ekspoitasi terhadap tubuh perempuan.

“Tapi sekarang ya sekarang, nanti ya nanti. Saya cantik, ia mapan. Saya butuh uang, ia butuh kesenanga.” (Djenar, 2004: 9).

Berdasarkan kutipan cerpen di atas, Djenar juga menggambarakan ada kenyamanan yang diterima perempuan dari laki-laki saat mengorbankan tubuhnya karena terpicu perspektif yang timbul dalam pemikiran perempuan bahwa selain kenyamanan, ia juga hanya sekedar mendapatkan uang. Kutipan di atas juga ada relasi dengan teori Feminisme Eksisntesialis Tong, Beauvoir mengkategorikan tiga jenis perempuan berdasarkan puncaknya, salah satunya adalah perempuan pelacur. Menurut Beauvoir pelacur bukan hanya untuk uang, tatapi juga untuk harga yang mereka dapatkan dari ke-Liyanan-nya. Dan pelacur dapat melebih seorang istri dan kekasih yang tidak mendapatkan imbalan atas tubuh mereka sebagai alat pemuas mimpi laki-laki.

Seperti yang telah dijelaskaan di atas dalam feminisme Maxis dan Sosialis. Sistem patriaki juga terdapat dalam cerpen berjudul “Mandi Sabun Mandi”, gambaran laki-laki mengeksploitasi tubuh perempuan sebagai objek pemuas. Laki-laki bukan hanya mengekspoitasi tubuh perempuan lain, namun mengekspoitasi juga tubuh istrinya. Dalam cerpen digambarkan keadaan yang disembunyikan dari istrinya. Ia bersikeras menggunakan hartanya sebagai cara untuk menyembunyikan jejak perselingkuhanya.

Mas pengecut! Benar kan, Mas masih takut istri, Mas gombal! Katanya sudah pisah ranjang, sedang proses cerai, buktinya…” (Djenar, 2004: 19-20)

Dalam perjalanan pulang, Mas wanti-wanti ke pak Sopir untuk mengatakan pada Nyonya di rumah kalau jam sebelas tadi Pak Sopir tak ada ditempat karena makan siang.” (Djenar, 2004: 21).

      Berdasrkan dua kutipan di atas, tokoh Mas berusaha menyembunyikan kedua hubungan yang dijali dengan Shopie sebagai selingkuhannya dan hubungan yang belum telepas dari setatus seorang suami dari perempuan yang disebut Nyonya.

      Dalam Cerpen berjudul “Moral” Djenar menggambarkan perempuan yang ingin terlihat eksis di rana sosial. Berdasarkan teori yang dikemukakan Beauvoir yang telah dibahas di atas, selain perempuan pelacur ada juga perempuan narsis. Perempuan narsis memiliki peran feminine yang bahkan lebih problematic dari perempuan pelacur. Beauvoir juga mengkalim bahwa narsisme merupakan hasil dari ke-Liyanan seorang perempuan.

“Akhirnya saat yang saya tunggu-tunggu tiba juga. Dengan hati-hati saya membasuh tubuh supaya jangan sampai riasan wajah dan rambut saya yang sudah tertata rusak dengan percuma.” (Djenar, 2004: 30).
     
      Berdasarkan kutipan di atas, perempuan berusaha menjaga penampilan dan dandananya agar tidak rusak sebelum ia pergi ke pesta. Pemikiran yang timbul dalam benak tokoh perempuan ia adalah sebagai upaya untuk menjunjukan kecatikannya pada laki-laki yang ia akan temui di pesta. Fenomena di atas sangat relevan dengan yang paradigm Beauvoir, dalam nasisme perempuan sebagai seorang yang mengalami masa pubertas dapat menghabat kemajuan dirinya karena menjadi terikat oleh kebutuhan tubuh untuk memenuhi hasrat kaki-laki dan menyesuaikan diri dengan selera masyatakat.

      Paradigma freud tentang akan perempuan yang pada awalnya menjadikan ibunya sebagai objek cinta pertama karena dalam masa perkembangan. Setelah perkembangannya normal, anak perempuan tersebut akan beralih pada keinginan mencintai laki-laki. Pengalihan objek cinta pertama sebagai tuntutan anak perempuan memperoleh kenikmatan seksual dari vagina yang “feminine” dan bukan daru klitoris yang “maskulin”.

Seingat saya tidak pernah ada juga lidah yang menghunjungi saya, juga tidak lidah ibu. Ia merentangkan kaki saya lalu menindih saya dengan tubuhnya yang penuh lemak.  Saya diam saja. Saya tidak berani menolak walapun saya merasakan sakit yang luar biasa pada kemaluan saya. (Djenar, 2004: 42).

      Berasarkan kutipan di atas, cerpen yang berjudul “Menyusu Ayah”, Djenar menceritkan tentang gairah seks yang bermula dari tahap perkemangan anak perempuan bernama Nayla, karena kehilangan seorang ibu, anak perempuan tersebut mengalami kelainan psikis, sejak kecil ia telah diperkenalkan dengan hal yang berhungan dengan seksualitas yang dianggap suatu kenikmatan. Namun pada akhirnya, ia merasa teropresi dari ekspoitasi laki-laki yang kemudian merekalan tubuhnya dan membebaskan pikiran dari tubuhnya.

      “Laki-laki yang merasa kapan saja dapat membeli segalanya dengan isi kantung mereka yang tebal, laki-laki yang merasa kapan saja dapat membeli kenikmatan tubuh perempuan-perempuan seperti dirinya, juga perempuan yang lebih dulu keluar elevator tadi dengan harga relatif murah disbandingkan kekayaan mereka yang melipah.” (Djenar, 2004:88).

      Seperti yang telah dijelaskaan di atas dalam feminisme Maxis dan Sosialis. Pada kutipan di atas, Sistem patriaki juga terdapat dalam cerpen berjudul “Ting!”, penggambaran rasa trauma tokoh seorang penghibur saat sedang cuti kerja. Saat berada dalam elevator, ia merasakan seperti perjalanan panjang menuju lantai bawah. Dalam elevator, banyak fenomena yang ia saksikan, hingga suatu waktu masuk sepasang suami istrin= dalam elevator. Ia rasakan ekspolitasi yang dilakukan oleh laki-laki yang berdiri di samping istrinya padanya. Pandangan seorang laki-laki kaya, memicu pemikiran bahwa dengan kakayaan laki-laki bebas mengopersi perempuan, babas mengeksploitasi tubuh perempuan. Dari pikirannya selama ia berada dalam elevator, membuatnya putus asa. Ia meresa impiannya yang dicita-citakan sudah tidak ada. Tapi justru saat ia tiba dilantai bawah, ia disambut oleh anaknya. Yang merupakan bagian dari kebahagiaan meskipun anak itu terlahir tanpa tangan kekar suaminya namun ia masih merasa bahagia untuk melanjutkan kehidupan demi anaknya.

      “Bagaimana mungkin orang-orang seperti itu bisa menghargaiku yang hanya sebuah kamar, sementara mereka tidak prihatin pada sesamanya? Aku juga yakin mereka tidak menghargai diri mereka sendiri.” Djenar, 20004: 101-102).
Sama seperti cerpen yang berjudul “Ting!”. Pada kutipan di atas masih terdapat sistem patriaki juga terdapat dalam cerpen berjudul “Penthouse 2601”, menggambarkan tindakan laki-laki mengeksploitasi tubuh perempuan sebagai objek pemuas. Laki-laki masih menjadi sebagai diri yang sebagai pemegang modal. Peristiwa yang digambarkan dengan mmetafota personifikasi kamar sebuah hotel yang digambarkan sebagai tubuh perempuan menceritakan tindakan opresi terhadap perempuan-perempuan. Kamar sepbagai personifikasi perempuan merasa kehilangan impian karena karena para tamu laki-laki yang bertindak sesuka hati.



     









Komentar

Postingan Populer