Analisis Gaya Bahasa dalam Pidato Joko Widodo Pada Salah Satu Stasiun Televisi Indonesia (Teori Stilistika)
Proposal Penelitian
Analisis Gaya Bahasa dalam Pidato Joko Widodo
Pada Salah Satu Stasiun Televisi Indonesia (Teori
Stilistika)
Oleh : Kelompok I (Genap)
Agunansar Wahid (N1D116002) |
Nur Aulia (N1D116028) |
Anna Marnita (N1D116004) |
Rahmat Adianto (N1D116034) |
Dian Aziza (N1D116006) |
Rapsa (N1D116036) |
Elvinawati (N1D116008) |
Wa Ode Candra Mukni (N1D116042) |
Fitriani Basri (N1D116012) |
Wa Ode Lusi Rahmawati (N1D116044) |
Hasniarti (N1D116014) |
Wa Ode Rija (N1D116046) |
Mayang (N1D116020) |
Wa Ode Sitti Khumaira Hasan (N1D116048) |
Norayati (N1D116026) |
Riska (N1D116056) |
Jurusan Bahasa dan Sastra
Progdi Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Halu Oleo
Kendari
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Di
antara karunia Tuhan yang paling besar bagi manusia adalah kemampuan bertutur.
Dalam kehidupan bermasyarakat dan berbudaya, kegiatan bertutur memainkan
peranan yang sangat penting. Dengan tutur manusia berhubungan satu dengan yang
lain, sehingga memungkinkan dirinya hidup bersama dalam berbagai tatanan
masyarakat. Manusia menggunakan bahasa untuk mengungkapkan pikiran kepada orang
lain dalam konteks komunikasi. Setiap orang menggunakan bahasa dengan cara dan
kekhasannya masing-masing. Bentuk khas pola bahasa oleh penggunanya disebut
gaya bahasa. Gaya bahasa yang digunakan oleh seseorang bisa berupa pemilihan
kata, penekanan rasa lewat nada, penataan pola kepentingan kata, dan
pengungkapan makna. Bahasa dapat dinyatakan dalam bentuk lisan maupun tulisan,
demikian pula dengan gaya bahasa.
Gaya
adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (Keraf, 2004:113). Ahmadi
(1990:169) menyatakan bahwa gaya bahasa merupakan ekspresi yang paling
personal. Personal artinya adalah bersifat perseorangan. Dilihat dari sudut
bahasa atau unsur-unsur bahasa yang digunakan, maka gaya bahasa dapat dibedakan
berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang digunakan, yaitu: (1) gaya bahasa
berdasarkan pilihan kata, (2) gaya bahasa berdasarkan pilihan nada yang
terkandung dalam wacana, (3) gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, dan (4)
gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna (Keraf, 2004:118—120).
Pola
gaya bahasa dalam pidato merupakan salah satu hal yang turut menentukan
keberhasilan dari pidato. Pola gaya bahasa yang tepat dan sesuai akan mampu
menarik perhatian dan memengaruhi
pikiran pendengar. Keraf (2004:113—115) menjelaskan bahwa pola gaya bahasa yang
baik harus mengandung tiga unsur yakni kejujuran, sopan santun, dan menarik.
Peningkatan pola gaya bahasa akan turut memperkaya kosakata pemakainya
(Tarigan, 1986:5). Ahmadi (1990:171) menyatakan gaya bahasa digunakan oleh
pengarang atau pembicara secara sadar sebagai teknik dan alat untuk mencapai tujuan dan juga sebagai perwujudan
dari keterampilan berbahasa secara khusus. Pidato adalah alat untuk
menyampaikan isi hati, perasaan, ide, program, pesan dan sebagainya oleh
seseorang kepada sejumlah orang (Siregar, 2006:87).
Pidato
merupakan salah satu bentuk kegiatan bertutur. Melalui pidato, orang dapat
menyebarluaskan idenya, dapat menanamkan pengaruhnya bahkan dapat memberikan
arahan berpikir yang baik dan sistematis. Seorang pepidato yang baik akan mampu
meyakinkan pendengarnya untuk menerima dan mematuhi pikiran, informasi dan
gagasan atau pesan yang disampaikannya. Jadi, pidato padahakikatnya merupakan
ilmu dan seni bertutur. Pidato memiliki teknik, aturan, norma tersendiri, dan
tentu saja, retorika.
Retorika
adalah salah satu penentu dalam keberhasilan tutur pidato. Oka dan Basuki
(1990:6) menjelaskan bahwa setiap orang yang bertutur sebenarnya terlibat
dengan retorika. Retorika dimanfaatkan ketika seseorang tengah mempersiapkan
tuturnya, menata, serta menampilkannya. Pemanfaatan ini sebagian besar didorong
oleh keinginan untuk mendapatkan tutur yang menarik atau tutur yang mampu
mempengaruhi orang lain atau mampu mempersuasi orang lain. Pengetahuan tentang
retorika dalam pidato dapat memberikan ciri atau ragam tutur yang tentunya
berbeda dengan tutur lainnya.
peneliti
memilih tokoh Joko Widodo yang sering disebut dengan Jokowi, Ini karena tokoh
Jokowi dikenal banyak orang dan dapat dikatakan sedang naik daun. Tidak hanya
itu, Jokowi memiliki beberapa kekhasan.
Kekhasan tersebut tidak hanya pada gaya berpakainnya, gaya
kepemimpinannya, melainkan juga pada gaya bicaranya. Gaya bicara Jokowi sangat
kental dengan bahasa daerahnya, yaitu bahasa daerah Jawa. Jokowi juga memiliki
kosakata khusus atau disebut dengan jargon yaitu aku rapopo. Jokowi juga
merupakan seorang manusia biasa. Sudah tentu Jokowi juga memiliki kekurangan
atau kelemahan dalam aspek kebahasaannya.
Apabila
penelitian yang berkaitan dengan sosok pemimpin atau orang terkenal, biasanya
akan meneliti mengenai hal yang berkaitan langsung dengan kehidupan pribadi
atau hal yang membuat sosok tersebut menjadi terkenal. Oleh sebab itu, terlepas
dari pro dan kontra yang ada mengenai Jokowi, peneliti akan mengkaji tokoh
berdasarkan aspek kebahasaannya. Peneliti akan meneliti aspek kebahasaan Jokowi
yaitu pada saat jokowi melakukan pidato pada masyarakat. Peneliti akan mengkaji
aspek kebahasaan tokoh Jokowi secara objektif dan menggunakan pendekatan stilistika.
Penelitian
ini dibatasi pada pandangan retorika terhadap bahasa, khususnya pada aspek
pemilihan materi bahasa, yakni diksi dan gaya bahasa. Peneliti tertarik pada
penggunaan diksi dan gaya bahasa dalam pidato-pidato Jokowi. Peneliti tertarik
karena pemilihan diksi dan penggunaan gaya bahasa dalam pidato Jokowi memiliki
ciri khusus dan daya retoris, serta bisa dengan tepat mewadahi gagasan
penuturnya serta memiliki kemampuan yang memadai untuk mengungkapkan kembali
gagasan-gagasan yang diemban kepada petuturnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
batasan masalah, dapat dirumuskan permasalahan pokok yakni (1) Bagaimanakah
penggunaan diksi dalam teks pidato Presiden Jokowi? dan (2) Bagaimanakah
penggunaan gaya bahasa dalam teks pidato Presiden Jokowi?
1.3 Tujuan da Manfaat Penelitian
Secara
khusus tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan penggunaan diksi dalam
pidato Presiden Jokowi dan (2) Mendeskripsikan penggunaan gaya bahasa dalam
pidato Presiden Jokowi. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan gambaran tentang retorika dalam bahasa pidato
Presiden Jokowi. Adapun
manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, memberikan manfaat dan
wawasan bagi peneliti mengenai retorika dalam pidato Presiden Jokowi. Kedua,
memberikan informasi mengenai cara memanfaatkan retorika dalam pidato. Ketiga,
memberikan informasi tentang penggunaan diksi dalam pidato Presiden Jokowi.
Keempat, memberikan informasi tentang penggunaan gaya bahasa dalam pidato
Presiden Jokowi.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pidato
1. Pengertian Pidato
Schmitt
dan Viala (1982: 76)
mengungkapkan bahwa: discours est désigné le développement d’un propos organisé
sur un sujet donné, comme le discours politique par exemple. „Pidato
menunjukkan pengembangan sebuah tujuan
yang dibuat dari sebuah subjek yang ditentukan, contohnya seperti pidato
politik‟.
Pendapat
Schmitt dan Viala (1982: 80) yang lainnya mengenai pidato yaitu: Rhétorique est «l’art du discours»; elle est
devenue une norme, et a engendré une discipline qui envisage les buts des
discours et les moyens de leur élaboration, les procédés mis en œuvre pour
convaincre et persuader. „Retorika adalah «seni berpidato»; itu menjadi
sebuah aturan, dan menimbulkan sebuah disiplin yang memperhitungkan tujuan
berpidato dan cara-cara elaborasinya, proses pelaksanaannya untuk meyakinkan
dan mengajak‟. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pidato adalah bagian dari
retorika.
Kedua
pendapat Schmitt dan Viala tersebut diperjelas oleh pendapat Larousse (1997:
125) bahwa discours est développement
oratoire sur un sujet déterminé, prononcé en public; allocution. „Pidato
adalah pengembangan seni berpidato tentang sebuah subjek yang ditentukan,
diucapkan di depan publik; pidato pendek‟.
2.
Jenis-jenis Pidato
Jenis
pidato ditentukan oleh beberapa faktor seperti situasi, tempat, tujuan dan isi
pembicaraan (Wuwur, 1991: 48). Misal dalam dunia politik, pidato yang diucapkan
bertujuan politis, jenis-jenis pidato politis adalah pidato kenegaraan, pidato
parlemen, pidato pada perayaan nasional, pidato ada kesempatan demonstrasi dan
pidato kampanye. Pidato-pidato politis umumnya panjang dan dapat dibawakan
langsung di hadapan massa atau dapat juga melalui media komunikasi seperti
radio, dan televisi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 2002:
871), jenis-jenis pidato yaitu pidato kenegaraan, pidato pengukuhan, pidato
radio, dan pidato televisi. Pidato kenegaraan adalah pidato resmi kepala
negara, dan pidato pengukuhan adalah pidato yang diucapkan secara tradisional
oleh seorang guru besar universitas pada saat diangkat secara resmi. Pidato
radio adalah pidato yang diucapkan atau disiarkan melalui radio. Sedangkan
pidato televisi adalah pidato yang diucapkan atau ditayangkan melalui televisi.
2.2 Gaya Bahasa
1. Pengertian
Gaya Bahasa
Pada
pembahasan retorika, gaya bahasa dikenal dengan istilah style. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gaya bahasa merupakan cara yang khas dalam
menyatakan sesuatu dengan bahasa (Depdiknas, 2008: 443). Pengertian tersebut sejalan
dengan pendapat Keraf (2010: 113) yang mendefinisikan gaya bahasa atau style
sebagai cara mengungkapkan pikiran secara khas melalui medium bahasa baik lisan
maupun tulisan.
Menurut
pendapat Larousse (1999: 969) bahwa « Le style est manière particulière
d’exprimer sa pensée, ses émotions, ses sentiments » Gaya bahasa adalah cara
khusus dalam mengekspresikan pemikiran, emosi dan perasaan. Kemahiran
menggunakan gaya bahasa dapat berkaitan dengan kemampuan kebahasaan pengguna
bahasa. Oleh sebab itulah pemakaain gaya bahasa dapat menggambarkan karakter
dan kemampuan berbahasa seorang pengguna bahasa.
Pendapat
lain juga disampaikan oleh Dubois (2002 : 446) dalam dictionnaire de
linguistique bahwa « Le style est la marque de l’individualité dans le discours
»Gaya bahasa adalah ciri khas individu dalam berpidato. Gaya bahasa juga
seringkali digunakan oleh seorang orator dalam berpidato. Penggunaan gaya
bahasa pada pidato tidak sekedar untuk memenuhi unsur keindahan tetapi juga
sebagai medium untuk menyampaikan suatu pesan tertentu.
Berdasarkan
beberapa pendapat mengenai definisi gaya bahasa, maka peneliti menyimpulkan
bahwa gaya bahasa atau style adalah cara khas yang digunkan oleh seorang
penutur (pengguna bahasa) dalam megungkapkan pikiran berupa ide, gagasan dan
informasi, mengekspresikan emosi dan atau perasaan dengan menggunakan bahasa
sebagai alatnya. Penggunaan gaya bahasa dapat ditemukan pada pidato termasuk
pidato politik. Pada pidato politik gaya bahasa disampaikan secara estetik dan
persuasif.
2. Bentuk Gaya
Bahasa
Bentuk
gaya bahasa dapat ditinjau dari berbagai macam aspek. Berdasarkan unsur
kebahasaan yang digunakan, Keraf (2010: 116) mengkategorikan gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dan
maknanya. Struktur sebuah kalimat dapat menjadi landasan dalam pembentukan gaya
bahasa. Pengklasifikasian gaya bahasa juga dapat ditentukan dari langsung
tidaknya makna atau dikenal dengan istilah figure of speech. Gaya bahasa
tersebut terbagi menjadi dua yaitu gaya bahasa retoris dan kiasan.
Keraf
(2010: 129) mengungkapkan bahawa gaya bahasa retoris merupakan semata-mata
penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu. Pemaknaan pada
gaya bahasa retoris harus ditafsirkan sesuai dengan nilai lahir atau makna
dasarnya. Sedangkan gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang terbentuk berdasarkan
perbandingan atau persamaan (Keraf, 2010 : 136). Pada gaya bahasakiasan terjadi
penyimpangan yang lebih jauh, khususnya dibagian makna. Pemaknaan pada gaya
bahasa kiasan tidak dapat sema-mata dilihat dari makna aslinya. Pembahasan
lebih lanjut mengenai bentuk gaya bahasa adalah sebagai berikut :
a. Repetisi
(Répétition)
Menurut Pyrotet (1994 : 92) « La répétition comme écart de style, elle
peut être une faute ou une facilité » Repetisi adalah pemakaian gaya
bahasa, repetisi memungkinkan suatu bentuk kesalahan atau kemudahan. Penggunaan
repetisi dapat dilatar belakangi karena adanya suatu kesalahan khususnya dalam
bahasa lisan. Kesalahan dalam pengucapan sehingga harus mengulang kata, frasa
atau kalimat yang telah diucapkan dan juga dapat menjadi suatu kemudahan untuk
menekankan sesuatu dan memberikan efek tertentu.
Repetisi adalah perulangan bunyi,
suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberikan
tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai (Keraf, 2010 : 127). Menurut Peyroutet
(1994 : 92) bahwa « Toute répétition souligne et met en valeur. Elle permet
aussi d’établir des parallélismes entre mots répètes »
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Pendekatan dan Jenis
Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif.
Sedangkan jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan berdasarkan pada
data yang muncul berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka. Serta
dengan metode
penelitian
deskriptif artinya melukiskan variabel
demi
variabel, satu demi satu. Banyak definisi yang
mengemukakan
pengertian penelitian
kualitatif, pertama, Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa
kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang
dan
perilaku yang diamati, sejalan
dengan hal
itu Krik Dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah
tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahnya. Sedangkan David Williams menulis
bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar
ilmiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau
peneliti yang
tertarik secara alamiah. Dari kajian tentang definisi
kualitatif dapatlah disintesiskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang
apa yang
dialami subjek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain. Secara holistik
dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah.
Adapun beberapa
alasan mengapa peneliti menggunakan pendekatan kualitatif :
a. Penelitian ini fokus
terhadap diksi
dan gaya bahasa
dalam Pidato Joko Widodo, dalam penggalian data membutuhkan pengamatan secara mendalam baik dengan observasi maupun dokumentasi.
b. Peneliti mengumpulkan data berupa kata-kata bukan angka untuk mendeskripsikan diksi dan gaya bahasa
dalam pidato Joko Widodo.
Penelitian deskriptif kualitatif yaitu metode penelitian yang berusaha menggambarkan atau melukiskan objek penelitian yang diteliti berdasarkan fakta
di lapangan, melalui
observasi, wawancara dan dokumentasi. Metode deskriptif digunakan untuk menghimpun data aktual. Terdapat
dua pengertian, yang
pertama mengartikannya sebagai kegiatan pengumpulan
data dengan melukiskannya sebagaimana
adanya, tidak diiringi dengan ulasan
atau pandangan atau analisis dari penulis. Deskripsi
semacam ini berguna untuk mencari masalah sebagaimana halnya hasil penelitian pendahuluan atau eksplorasi. Pengertian kedua
menyatakan bahwa metode
deskriptif dilakukan oleh peneliti yang menggunakan metode kualitatif. Setelah menyusun
perencanaan penelitian, peneliti lalu ke lapangan tidak membawa alat pengumpulan
data, melainkan langsung melakukan
observasi atau
pengamatan evidensi-evidensi, sambil mengumpulkan
data dan melakukan
analisis.
Peneliti menggunakan metode deskriptif
karena untuk
melakukan
penelitian ini dibutuhkan data yang sesuai dengan fakta yang sedang berlangsung
sehingga metode deskriptif ini di pilih. Data tentang diksi dan
gaya bahasa dari Joko Widodo yang sesuai fakta dan aktual. Penelitian ini menggunakan
teori Goys Keraf dalam buku Dikis
dan
Gaya Bahasa yang mana menjelaskan bahwa diksi mencakup pemilihan kata yang
sesuai untuk mengungkapkan gagasan, pemilihan
kata yang
sesuai dengan kondisi audien, dan jenis gaya bahasa berdasarkan nada, kalimat, struktur kalimat, serta langsung tidaknya
makna.
Juga
dilengkapi
dengan
teori-teori dalam beberapa buku yang
lain, terkait dengan masalah diksi dan gaya bahasa dalam pidato.
3.2
Objek
Penelitian
Subjek
dalam penelitian ini adalah keseluruhan kata, frasa dan kalimat yang terdapat
dalam pidato Joko Widodo. Pengertian objek pada panelitian bahasa adalah satuan kebahasaan yang dikhususkan untuk diteliti (Kesuma, 2007: 26).
Objek dalam penelitian ini adalah gaya bahasa pada pidato Joko Widodo.
3.3
Sumber Data
Menurut
Kesuma (2007 : 25) data merupakan bahan jadi penelitian, sehingga data dapat diterjemahkan sebagai objek
penelitian beserta konteks yang melingkupinya. Konteks data merupakan satuan
kebahasaan yang menyekitari objek penelitian. Data dalam penelitian ini adalah
tuturan tertulis dari semua frasa dan atau
kalimat yang mengandung gaya bahasa pada pidato Joko Widodo. Adapun yang
menjadi objek pada penelitian ini ialah gaya
bahasa dalam pidato
Joko Widodo yang disiarkan pada salah satu stasiun Televisi Indonesia. Ia
merupakan subjek sekaligus
informan pertama dan utama
dalam penelitian ini, dalam hal ini
peneliti akan mencermati tentang beberapa hal yang berkenaan
dengan diksi dan gaya bahasa dalam pidato
Joko Widodo.
Langkah
awal yang dilakukan peneliti adalah menyimak secara cermat 2 pidato Joko Widodo. Peneliti membaca
berulang-ulang untuk memahami isi pidato Joko Widodo secara keseluruhan.
Peneliti juga mencari informasi mengenai hal-hal yang disebutkan pada pidato tersebut
sebagai bahan referensi atau informasi tambahan agar pemahaman terhadap isi pidato lebih mendalam.
Setelah peneliti benar-benar memahami isi dari ke
2 pidato Joko Widodo, tahap selanjutnya adalah mencari frasa dan kalimat yang
mengandung gaya bahasa. Frasa dan kalimat yang diduga mengandung gaya bahasa
ditandai atau digaris bawahi. Tahap
selanjutnya untuk mempermudah proses pengumpulan data juga digunakan teknik
catat. Peneliti mencatat frasa dan kalimat yang diduga mengandung gaya
bahasa dengan bantuan komputer yaitu
diketik pada microsoft word agar lebih praktis dan mudah. Dari
keseluruhan data yang sudah terkumpul kemudian diklasifikasikan kedalam tabel
data untuk mempermudah proses analisis. Tabel data berisi kolom-kolom yang
memuat nomor, kode, data, konteks tuturan, bentuk, fungsi dan keterangan.
3.4
Teknik
Analisis Data
Setelah
semua data diperoleh dan diklasifikasikan, tahapan selanjutnya adalah
menganalisis data. Penentuan metode dan teknik analisis data disesuaikan dengan
tujuan dari penelitian. Penyesuaian tersebut dimaksudkan agar tujuan penelitian
tentang bentuk dan fungsi gaya bahasa ini dapat tercapai. Penelitian ini
mengkaji dua permasalahan yaitu bentuk gaya bahasa dan fungsi penggunaan gaya
bahasa pada pidato Joko Widodo.
Tujuan
pertama dalam penelitian ini yaitu mendeskripsikan bentuk gaya bahasa yang
terdapat pada pidato Joko Widodo. Metode analisis data yang
digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah metode agih teknik baca
markahdan analisis komponensial. Metode agih digunakan jika alat penentunya ada
di dalam dan merupakan bagian
dari bahasa yang diteliti (Sudaryanto, 1993: 15). Alat penentu dalam
metode agih berupa bagian atau unsur dari bahasa objek sasaran penelitian
seperti kata (kata ingkar, preposisi, adverbia, dsb), fungsi sintaksis (subjek,
objek, predikat, dsb), klausa, silabe kata, titinada, dan yang lainnya. Teknik
dasar yang digunakan adalah teknik Bagi Unsur Langsung (BUL).
Langkah
awal dalam teknik ini adalah dengan membagi satuan lingual data menjadi
beberapa bagian atau unsur, dan unsur-unsur yang bersangkutan dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan
lingual yang dimaksudkan (Sudaryanto, 1993: 31). Prinsip pembagian dalam
teknik BUL ditentukan oleh kemampuan intuisi kebahasaan peneliti.
Teknik
analisis lanjutan yang digunakan adalah teknik Baca Markah (BM). Pemarkah menunjukkan kejatian lingual atau identitas
konstituen tertentu dan kemampuan membaca peranan pemarkah (marker) berarti
kemampuan kejatian yang dimaksud (Sudaryanto, 1993: 95). Teknik ini diterapkan
dengan cara “membaca pemarkah atau penanda”. Praktik penggunaannya yaitu dengan
“melihat
langsung” pemarkah yang menunjukkan identitas dari data yang diteliti.
Tujuan
kedua penelitian ini yaitu mendeskripsikan fungsi dari penggunaan bahasa pada pidato François Hollande. Metode
yang digunakan adalah metode padan
referensial dengan teknik dasar Pilah Unsur Penentu (PUP) dan teknik lanjutan hubung banding menyamakan (HBS).
Penerapan teknik PUP yaitu dengan cara
memilah-milah satuan kebahasaan yang dianalisis dengan menggunakan alat penentu berupa daya pilah
yang bersifat mental yang dimiliki
penelitinya (Kesuma, 2007: 51). Daya pilah yang diterapkan adalah daya
pilah referensial yaitu daya pilah yang
alat penentunya berupa referen bahasa yang
berhubungan dengan hal-hal di luar bahasa yang bersangkutan. Referen
yang digunakan adalah berupa konteks.
3.5
Uji
Keabsahan Data
Guna membuktikan
derajat kepercayaan data yang diperoleh dan dianalisis adalah data yang
benar-benar valid dan dapat dipertanggungjawabkan, maka perlu adanya pemeriksaan terhadap keabsahan data secara cermat
dan teliti melalui uji validitas dan reliabilitas data. Validitas yang digunakan
dalam penelitian ini adalah validitas semantis. validitas semantis digunakan
untuk mengukur kesensitifan suatu teknik terhadap makna yang relevan dengan
konteks (Zuchdi, 1993: 755).
Reliabiilitas
data dalam penelitian ini dibuktikan melalui teknik intra-rater yaitu
peneliti meninjau kembali data yang diperoleh dengan menganalisis dan membaca
data secara berulang-ulang dalam kurun waktu yang berbeda. Tahap selanjutnya,
peneliti menggunakan teknik expert- judgement .
Komentar
Posting Komentar