Idealis dan Akhlak

 Tentang kemantapan hati, seorang mahasiswa bisa saja selalu dengan kekuatan pendirinya. Berani mengatakan tidak pada yang salah dan berani mengatakan kebenaran walau akan dibungkam. Itu pasti. 


Misalnya mahasiswa akan adu argumen dengan dosen jika mahasiswa menguasai pelajaran dan menganut paham "tidak ada kebenaran mutlak". Bahwa semua orang memiliki kebenaran masing-masing. Semua orang berhak mendapatkan dukungan atas kelogisan argumen. Apa hal demikian benar?


Bagi saya, ada benarnya dan ada salahnya. Sisi benarnya adalah mahasiswa harus berani mengungkapkan argumen selama berada di jalur yang benar, misalnya menguasai pembahasan. Tapi ingat, sepintar-pintarnya mahasiswa harus juga menjunjung tinggi sopan-santun, sebagai seorang pelajar, yang tabiat sebagai murid yang menerima pelajaran. 


Letak kesalahannya, adalah ketika mahasiswa mengungkapkan argumen tanpa menjunjung tinggi rasa hormat kepada yang lebih tua, apalagi pada seorang dosen yang sudah sejak sebagai pemandu mahasiswa untuk menyelesaikan sebuah mata kuliah.


Sikap keras kepala memang sangat diperlukan oleh para idealis. Tapi itu pada zaman orde lama atau orde baru yang para pemimpin takut pada mahasiswa. Sekarang, para pemimpin lebih takut kehilanganmu harta dari takut pada mahasiswa. Maraknya penganayaan mahasiswa pada saat demonstrasi, membuat saya berpikir bahwa tidak ada lagi yang perlu diperjuangkan. Hanya mengorbankan nyawa dengan sia-sia. Sementara penegak hukum akan selalu berpihak pada kepentingan kekuasaan, melindungi pelaku dan menyudutkan korban. 


Tapi bukan itu poin yang ingin saya sampaikan kepada generasi muda, terutama mahasiswa, "pembebasan pemikiran oleh teori-teori barat adalah bentuk penghancur aqidah generasi muda, bentuk ikhlas elite global untuk menciptakan kebodohan (dengan jargon persamaan, persaudaraan, dan kebebasan) padahal hanya jargon omong kosong saja.


Maka, banyaklah belajar ilmu agama, berpegang pada syar'it. Karena musuh utama elite global adalah agama, terutama, Islam.


Tidak ada yang dapat kalian lakukan dengan idealisme setelah meninggalkan kampus, ranah publik akan menyadarkan kalian betapa keras dan kejamnya kehidupan (kecuali anak sultan). Hari ini, kalian berpegang teguh pada primordial idealis kalian. Akan perlahan terkikis oleh realitas, apalagi laki-laki, dan telah berumah tangga, kalian boleh berpikir untuk bersenang-senang dengan teman-teman, makan makanan yang enak di luar rumah. Jika kalian merasa memiliki tanggungjawab, maka kalian akan terbebani, suatu perasaan gelisah. Ketiak kamu makan dengan lahap di luar sementara istri dan anakmu menunggumu membawakan mereka makanan.



Seorang idealis akan tetap hidup dengan keras kepalanya, bisa saja. Hanya dia akan hidup seadanya, bahkan lebih buruk dari yang akan mereka bayangkan. Anti jabatan pemerintahan, anti perusahaan, anti industri, anti berbagai macam kesenjangan. Dia memilih untuk bertani dengan cara tradisional untuk "katanya mencintai alam".


Sebagai penutup, saya ingin mengajak teman untuk berpikir, bacalah Soe Hok Gie, yang selalu merasa terasing karena idealisme totalnya. Sepasang Melawan 1 dan 2, El dan Sekar berkali-kali tabrak berbagai masalah karena idealismenya. Hingga akhirnya, Soe Hok Gie mati muda di tempat yang sunyi (Gunung Mahameru), sementara El dan Sekar tertembak sebagai tersangka buronan ketika hendak pulang dari Papua ke Surabaya.

Rahmat Adianto

Kendari, 12 Mei 2022

Komentar

Postingan Populer