Catatan Fenomena Covid-19
Covid-19 katanya "salah satu varian virus yang sangat mematikan." Dibuktikan dengan beredarnya berbagai macam video kematian mendadak, berita kewalahannya tenaga medis, dan berbagai berita horor lainya. Benarkah semua ini? Mari kita bahasa.
Kira-kira akhir 2019 telah beredar informasi bahwa ada virus varian baru yang sangat mematikan yang bermula dari salah satu pasar di Wuhan. Muncul berbagai analisis bahwa virus berasal dari hewan-hewan yang dijual, ada yang mengatakan karena kuliner hewan hidup, dari lipan yang dijadikan sate, dan ada pula yang mengatakan dari kelelawar. Karena orang Indonesia muda percaya berbagai isu maka, segala informasi tersebar begitu cepat entah valid atau tidak.
Karena maraknya penyebaran informasi yang belum tervalidasi, seolah-olah para media berlomba mencari informasi tentang covid-19. Entah benar atau tidak, asal view meroket maka pekerjaan jurnalis. Sementara masyarakat tengah panik bukan kelapangan.
Saya masih ingat beberapa informasi yang beredar di Kendari, kurang lebih seperti ini "Dua orang Mahasiswa dan Dosen Kedokteran Positif Covid-19", beberapa hari kemudian, muncul lagi berita "seorang mahasiswa kedokteran positif Covid-19", maka dari dua berita ini saya bahas di beranda Facebook saya dalam versi jenaka. Salah satu tujuan saya adalah agar masyarakat tidak terlalu panik dengan berbagai informasi yang belum valid.
Lalu beberapa hari kira-kira bulan April 2020, tersebar informasi yang jika dinalar sangat dan amat tidak masuk akal. Karena masyarakat Indonesia kental dengan keyakinan dan takhayulnya, dengan haqqul yaqin, masyarakat melakukannya dengan meriah hampir segala pelosok Indonesia. Pada inti informasinya mengimbau masyarakat untuk merebus telur ayam pada pukul 12.00 mp. Aktivitas masyarakat yang kompak itu membuat warung banyak yang kekosongan telur ayam. Setelah itu yang terjadi, covid-19 dengan informasinya semakin mengganas. Sakin ganasnya, diberitakan ada sekitar puluhan ribu orang dimakamkan massal sesuai protokol kesehatan, semua adalah korban covid-19.
Seiring waktu, terus saya amati perkembangan covid-19 di Indonesia, lamban-lamban, saya semakin yakin bahwa covid-19 ini bukan penyakit yang sangat berbahaya, mungkin saja penyakit yang sangat membahagiakan bagi para oligarki. Sepanjang 2020, masih terus diberitakan banyak pejabat yang positif Covid-19. Hanya saja, satu yang luput dari logika oligarki, yang tidak bisa dikuasai, yaitu pasar-pasar kota. Di Kendari sepanjang covid-19 melanda, pasar-pasar tidak ada yang tutup. Bahkan saya saksikan sendiri betapa tenteram aktivitas masyarakat pasar yang berdagang, tanpa masker, tanpa kos tangan, tanpa alat pelindung diri lainnya. Dan yang lebih membuat saya sangat takjub lagi, ketika saya coba searching di google, dengan topik "pedagang pasar Kendari positif Covid-19", hasil membuat saya geleng-geleng kepala, Masyaallah tidak ada satu berita yang muncul.
Satu lagi yang masih saya ingat betul. Pada menjelang akhir 2020, kira-kira pertengahan bulan November. Saya dan seorang teman dari Buton, bertandang ke Kantor Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sultra untuk konfirmasi lanjut surat permohonan bantuan buku (untuk perpustakaan dan lapak baca komunitas). Ketika saya melewati gerbang, saya melihat halaman yang biasa banyak mobile dan motor pegawainya parkir, tetapi saat itu, agak sunyi. Hanya ada beberapa motor dan satu atau dua mobil yang parkir selain mobil yang telah merongsok. Saya abaikan situasi di luar, mungkin saja mereka belum datang jam karena masih pukul 09 pagi. Saya masuk dalam ruangan mencari berbagai ruangan yang biasa tempat saya konfirmasi jika hendak bertemu Sekdis. Semua pintu tertutup rapat, tak ada satu salam pun yang terjawab. Tapi kok aneh, di tingkat dua, ada suara sound yang terus berkoar-koar. Coba saya tilik kegiatan ke tingkat dua, di luar ada seorang ibu penjaga pintu masuk. Saya bertanya sedang untuk sekadar tau, kegiatan apa yang sedang berlangsung dan mengapa pelayanan tutup. Ternyata mereka sedang seminar, entah seminar apa? Dan pelayanan tutup karena ada seorang pegawai kantor yang reaktif gejala covid-19. Sepanjang jalan tak habis-habisnya satu pertanyaan terulang di benak saya. "Kok bisa, pelayanan tutup tapi ada seminar?" Mungkin saja, covid-19 sedang akrab dengan para pelaksana seminar saat itu.
2021 saya masuk kerja, tidak membuat saya berhenti mengamati perkembangan covid-19. Parahnya, pada tahun inilah mulai dicanangkan vaksinasi yang jelas-jelas bahannya masih pada tahap produksi. Manusia yang berpikir mulai bersuara, melawan kesemena-menaan para oligarki. Kendati demikian, mereka masih berusaha dibungkam dengan berbagai cara. Pembungkamannya lebih kecil terjadi; misalnya pada dr. Louis yang menyatakan tidak percaya adanya covid-19, banyaknya pasien yang meninggal bukan akibat covid-19, tetapi akibat kompilasi obat-obatan. Kemudian muncul dr. Siti Fadilah Supari, mantan Menteri Kesehatan yang pada tahun 2008 berhasil menggagalkan upaya WHO yang ingin mem-pandemikan flu. Siti Fadilah menyatakan beberapa hal tentang covid-19. Bahwa covid-19 tidak berbahaya, seperti flu bisa, Vaksin dosis pertama dan kedua tidak dapat mencegah covid-19, dan Omicron juga hanya flu biasa. Selanjutnya ada dr. Aniadi Adil, seorang anggota IDI cabang Enrekang yang membuat surat peryataan berisi bahwa "selama ini korban covid-19 tidak ada." Di sisi lawer ada banyak juga yang menentang pemaksaan vaksin, karena meragukan keamanan vaksin yang belum pernah diteliti secar detail. Ada pula seorang polisi asal Bombana yang tidak mau juga divaksin karena ragu pada keamanan vaksin. Terkahir ada dr. Terawan mantan Menteri Kesehatan juga yang pernah mengatakan bahwa masker itu khusus untuk orang sakit, yang sehat tidak perlu bermasker, yang juga anggota IDI yang dipecat karena membuat vaksin Nusantara yang telah uji klinis dan terbukti menyembuhkan penyakit juga. Terakhir video pendek yang berada tentang imbauan presiden agar masyarakat tidak takut dan panik karena covid-19 bisa disembuhkan. Yang membunuh adalah rasa akut dan panik yang berlebihan.
Di tengah kegaduhan pandemi ini, berbagai bentuk kejahatan banyak pula yang timbul, begal, pencurian, perampokan, peningkatan kasus korupsi kasus asusila, penaikan harga sembako, pembuatan kebijakan baru secara sepihak, dan menjadikan alat pelindung diri, masker, tes kesehatan lainnya yang berhubungan dengan covid-19 menjadi mahal, dan banyak pula yang diuntungkan, termasuk investor yang mendanai pembuatan vaksin internasional (Bill Gates). Sementara masyarakat ditengah kepanikan akibat pemutusan hubungan kerja, harga bahan pokok meningkat, dan masalah kesenjangan lainnya.
Vaksinasi seolah upaya untuk meminimalisir korban covid-19. Tetapi kenyataannya tidak hanya memberikan kekebalan biasa, karena toh vaksin yang disuntikkan berupa virus yang telah dijinakkan. Maka lumrah saja beberapa negara di luar sana tidak mewajibkan vaksin pada masyarakatnya. Di Indonesia, vaksin dijadikan kewajiban, bahkan karena dianggap wajib, sehingga aparat pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat menjadi pihak yang pertama yang memaksa masyarakat. Kemudian yang tidak luput juga dari vaksinasi yaitu para tenaga kerja, para ASN dan berbagai bentuk pengabdian yang terikat maupun yang tidak terikat oleh pemerintah. Ironisnya, berbagai video konversi dari berbagai media sosial menunjukkan para pakar kesehatan internasional menyuarakan larangan vaksin kepada anak-anak, tetapi tidak menurunkan semangat vaksinasi untuk vaksinasi yang merata. Dan yang parahnya lagi, tidak ada pihak kesehatan yang berani bertanggungjawab atas berbagai risiko yang terjadi pada anak setelah divaksin.
Data korban covid-19, diberitakan masih terus melunjak. Saya telah lama curiga bahwa meningkatkan kasus covid-19 ini hanya sebuah permainan trafik. Setidaknya di Buton Selatan ada kurang lebih 135 orang terdampak dengan 128 sembuh dan 17 tewas karena covid-19. Saya coba melakukan survei kecil-kecil dan respon dari teman-teman media sosial saya mengatakan tidak ada korban covid-19 pada Buton Selatan, pada satu kasus seorang meninggal karena penyakit bawaan, tetapi hasil tesnya, dicovid-kan. Parahnya lagi ada seorang pria paru baya, yang dinyatakan meninggal karena covid-19 oleh pihak desa sementara orang tersebut masih masih hidup dan bingung dengan berita kematiannya.
Tidak sedikit berita kematian yang disebarkan oleh media massa. Hal lain lagi, trafik pada website pemerintah terus mengalami kenaikan yang signifikan. Semua fenomena ini, hanya berita yang tidak valid. Karena yang kita saksikan lihat dan baca hanya judul-judul berita, sementara identitas para korban tidak disiarkan secara tertulis, paling minimal alamatnya.
Saya teringat satu kasus ketika saya tonton video-video pendek pada aplikasi snack video. Di sebuah kampung, seorang paru baya, sakit dan dirawat di sebuah rumah sakit. Lalu orang tua tersebut diberitakan meninggal karena covid-19 oleh kepala desa setempat, beritanya dilengkapi dengan surat kematian. Saat diwawancara, orang tua yang baru keluar dari rumah sakit tersebut mengaku tidak tau apapun soal berita kematiannya. Dari air mukanya tersenyum dan kebingungan pula atas berita kematiannya.
***
Pada akhirnya, sampai pada puncak tujuan. Karena ada pandemi, maka harus ada vaksin. Setelahnya vaksin disebarkan ke berbagai negara. Indonesia menjadi salah satu negara penerima vaksin pertama dari dunia. Padahal menurut dr. Siti Fadilah vaksin yang beredar ini belum pernah ujian laboratorium kelayakan. Ada beberapa jenis vaksin, salah satu diantaranya vaksin jenis Astrazeneca, vaksin yang difatwakan "haram" karena mengandung sari babi. Namun dengan alasan darurat, vaksin Astrazeneca boleh diedarkan. Di Australia, Astrazeneca dihentikan pamakaiannya setelah kasus penerima yang mengalami pembekuan darah. Di Indonesia, beragam mulai dari kejang-kejang, lumpuh, sakit badan dan sebagainya.
Di Amerika, Saudi Arabia vaksinasi tidak di wajibkan. Di Indonesia, bagi setiap warga wajib vaksin dosis pertama dan kedua, bahkan bila perlu dosis ketika sekalian. Padahal berdasarkan peraturan Presiden nomor 14 tahun 2020, yang wajib menerima vaksin hany orang-orang yang terlah terdata oleh Kemenkes; TNI-POLRI, ASN, Pemerintah, dan Tenaga Kesehatan (Nakes). Kendati demikian, Vaksinasi dilaksanakan secara brutal, dengan berbagai ancaman. Atas dasar demikianlah serifikat vaksin menjadi syarat administratif yang wajib dipenuhi rakyat.
Di sisi lain, ada aturan protokol kesehatan yang berlaku ketat, salah satunya, kewajiban memakai masker. Seolah-oleh yang telah memakai masker, aman dari serangan covid-19. Padahal, jika dipikir lebih teliti, ketika memakai masker proses sirkulasi udara tidak berjalan normal, minim oksigen, bahkan karbo dioksida dihirup kembali ke dalam tubuh manusia. Mirisnya lagi, seorang pria paruh baya pun harus terborgol dan diseret oleh oknum polisi karena tidak memakai masker.
Pada akhirnya 2021, berita tentang covid-19 perlahan menyusut setelah ada gerakan perlawanan dari orang-orang yang merasa tertekan oleh aturan covid-19, sementara covid-19 bukan virus yang berbahaya; dr
Siti Fadilah, dr. Louis, dr Terawan, dr. Aniadi Adil, Komjeh Pol Dharma Pangreku, Babe Aldo beserta para lawer yang bersatu. Dan sisi gelapnya adalah mahasiswa tidak memiliki kapasitas berpikir untuk sadar dari tekanan kebohongan berita.
Seiring berjalannya waktu, isu varian omicron menjadi trend pembahasan oleh masyarakat dunia. Bahwa varian baru lebih berbahaya daripada Covid-19. Berita itu sendiri dibantah juga oleh dr. Siti Fadilah bahwa Omicron itu hanya flu biasa, dan vaksin dosis pertama dan kedua tidak dapat mencegah pengaruh Omicron. Misalnya setelah program pelonggaran protokol kesehatan, tidak sedikit orang yang ingin luar negeri, salah satunya Asyanti dan keluarga yang kemudian dikabarkan terjangkit Omicron, padahal telah melakukan vaksin dosis pertama dan kedua.
Beberapa hari kemudian, masih di video pendek dalam Snack Video, Bill Gates mengatakan, bahwa Omicron itu buka. Virus, tetap nama salah satu vaksin. Kemudian diikuti oleh kabar dari Perseden Jokowi, mengimbau pada masyarakat agar tidak takut pada covid, covid tidak berbahaya, seperti penyakit biasa yang bisa sembuh. Yang bikin panik selama ini adalah ketakutan, kegelisahan, dan hoaks yang berlebihan.
Saya telah melakukan investigasi kecil-kecilan mencari berbagai data tentang kasus-kasus covid-19 di Buton Selatan, hasilnya nihil, nilai pada trafik hanya kebohongan belaka. Barangkali kebohongan ini sengaja diberitakan agar para oligarki tidak kehilangan ladang bisnis.
Rahmat Adianto
Langgikima, 15-20 Mei 2022
Komentar
Posting Komentar