MAKALAH APRESIASI KARYA SASTRA SEBAGAI KEGIATAN MEMBACA
MAKALAH
“APRESIASI KARYA SASTRA SEBAGAI KEGIATAN
MEMBACA”
DISUSUN OLEH KELOMPOK 5 :
Ø NUR LAILA
N1D116098
Ø LARAS TASYA
N1D116018
Ø LISMAYASARI
N1D116068
Ø RAHMAT ADIANTO
N1D116034
Ø RAPSA
N1D116036
JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HALU OLEO
2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatu.
Puji syukur
kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya, saya diberi kesehatan dan
kesempatan untuk menyusun makalah ini. Tak lupa pula Kami haturkan terimakasih kepada
dosen kami , yang telah memberi amanah sebagaimana tugas dan kewajiban kami
sebagai mahasiswa untuk mengerjakan tugas yang diberikan. Pada makalah ini Kami
mengangkat judul yang telah yaitu “Apresiasi Karya Sastra Sebagai Kegiatan Membaca.“ Makalah ini saya susun sebagai proses pembelajaran
dan tentunya tujuan utama penyusunan makalah ini adalah agar kita semua dapat
mengetahui bagaimana proses apresiasi. Lewat prakata ini kami meminta maaf sebesar-besarnya
apabila ada hal-hal yang tidak berkenan dihati para pembaca. Kami juga sangat
mengharapkan paratisipasi para pembaca kiranya bersedia memberi kritik dan
saran terhadap makalah ini,
agar kami
dapat mengetahui letak segala kesalahan pada makalah ini, sehingga pada
penyusunan selanjutnya bisa lebih sempurnya lagi.
Apresiasi memberi memberi dua kesan terhadap para pembaca, yaitu kesan
negatif dan kesan positif. Oleh karena itu setiap orang yang telah melakukan
suatu apresiasi tentunnya tidak akan diam begitu saja, tetapi mereka akan mengemukakan
kesan-kesan tersebut. Kesan-kesan yang kami maksud dilihat dari sisi positif
ditandai dengan timbulnya sanjungan terhadap suatu karya. Sementara dari sisi
negatif dapat dinyatakan dengan timbulnya kritikan bagi suatu karya sastra
tersebut. Tetapi bukan semua hal yang negatif mengarah pada hal-hal yang buruk
namun justru hal yang negatif itulah yang melahirkan motivasi yang kuat bagi
para pencipta atau pembaca.
DAFTAR ISI
Sampul ............................................................................................................................... i
Kata pengantar ................................................................................................................. ii
Daftar isi ............................................................................................................................. iii
BAB I ................................................................................................................................. 1
Pendahuluan ................................................................................................................. 1
1. Latar belakang .......................................................................................................... 1
2.
Rumusan masalah ..................................................................................................... 2
3. Tujuan dan manfaat ................................................................................................. 2
BAB II ................................................................................................................................ 3
Pembahasan
...................................................................................................................... 3
1. Hakikat Dan Ragam Membaca
Dalam Apresiasi Sastra..................................... 3
2. Membaca.................................................................................................................. 4
3. Tahap-Tahap Pemahaman..................................................................................... 5
4. Penilaian Pembaca Tesk Sastra.............................................................................. 7
Bab III .............................................................................................................................. 11
Penutup ........................................................................................................................... 11
A.
Kesimpulan ................................................................................................................ 11
B.
Saran ........................................................................................................................... 12
Daftar
Pustaka ....................................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
belakang
Apresiasi
sastra adalah proses pengindahan, penikmatan, penjiwaan, dan penghayatan karya
sastra secara individual dan momentan, subjektif dan eksisitensial, rohaniah
dan budiah, khusuk dan kafah, dan intensif dan total supaya memperoleh sesuatu
dari padanya sehingga tumbuh, berkembang, dan terpiara kepedulian, kepekaan,
kecintaan, dan keterlibatan terhadap karya sastra. Kritik sastra, penelitian
sastra, sosiologi sastra, psikologi sastra, dan lain-lain pada umumnya juga
memberlakukan sastra sebagai artefak. Garap apresiasi sastra, yaitu wilayah
yang menuntut internalisasi, subjektivitas yang jujur dan luhur serta mulia,
dan individual bergantung pada pengapresiasinya.
Apresiasi sastra dapat dikatakan
dunia-perjumpaan antara dunia manusia dan dunia kewacanaan. Pengalaman
literer-estetis, pengalaman yang mengacu pada keindahan, kenikmatan serta
keamanan oleh segala unsure yang ada dalam karya sastra dan hubungan dari
segala unsure yang ada di dalam karya sastra. Pengalaman humanistis, pengalaman
tentang nilai kemanusiaan serta menjunjung harkat dan martabat manusia dan
menggambarkan situasi dan kiondisi kemanusiaan. Pengalaman etis dan moral mengacu
pada pengalaman yang berisi dan bermuatan, melukiskan serta menyajikan
bagaimana seharusnyakewajiban dan tanggung jawab manusia sebagai manusia.
Pengalaman filosofis, sastra diperlakukan sebagai wahana pengungkapan dan
pencetusan gagasan filsafat dari penulis yang di tujukan kepada pembaca.
Pengalaman religius-sufistis-profetis, tema, unsure, dan isi karya sastra di
pasrahkan pada wilayah rububiyah dan pengapresiasai mampu memasuki wilayah
tersebut. Pengalaman magis-mitis, karya sastra yang mengandung pengalaman
budaya masa lampau dan dikemas dalam cerita suatu mozaik budaya. Pengalaman
psikologis, karya sastra yang baik sering memancarkan sinyal-sinyal psikologis
kepada pengapresiasinya atau pembacanya. Pengalaman sosial budaya, karya sastra
selalu melukiskan suatu kenyataan sosial budaya meskipun cara pelukisannya
metaforis dan atau simbolis dan yang dilukiskannya mungkin tidak sama dengan
kenyataan sosial budaya sehari-hari. Pengalaman sosial politis, karya sastra
sering menanggapi dan memanfaatkan kenyataan kehidupan dalam suatu masyarakat
atau bahkan bangsa dan Negara.
2.
Rumusan
Masalah
a. Bagaimana
hakikat dan ragam membaca dalam apresiasi sastra?
b. Bagaimana
tahap pemahaman unsut-unsur dalam suatu karya sastra?
c. Apa saja
ragam baca yang terdapat dalam suatu presiasi?
d. Bagaimana
proses penilaian teks sastra?
3.
Tujuan
dan Manfaat
a. Membangkitkkan
imajinasi untuk mengpresiasi karya sastra.
b. Meningkatakan
kreatifitas membaca untuk mengpresiasi suatu karya.
c. Mengetahui
proses dan tahap apresiasi karya sastra.
d. Mengetahui
hakikat apresiasi karya sastra melalui kegiatan membaca.
e. Mengetahui
proses penilaian suatu teks karya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
HAKIKAT
DAN RAGAM MEMBACA DALAM APRESIASI SASTRA
Dalam tahap proyeksi,
kegiatan pembaca adalah memahami unsur-unsur di luar teks, tetapi yang secara
kongruen atau secara laras dan bersama-sama menunjang kehadiran teks.
Unsur-unsur itu meliputi kehidupan pengarang, kehidupan sosial masyarakat, yang
melatari kehidupan teks sastra serta sistem konvensi yang dianuti pengarangnya.
Dalam tahap komentar,
seorang pembaca memahami isi paparan teks yang terbatas pada bentuk paparan
yang “tersisa” dari jangkauan pemahaman pembaca. Oleh karena itu, ada tiga
tahap kegiatan yang terdapat dalam komentar, yakni:
1)
Eksplikasi, yakni menguraikan isi paparan yang belum dipahami dengan
jalan menghubungkannya dengan isi bagian paparan
lain yang sudah dipahami.
2)
Elusidasi, yakni menerangkan secara jelas hasil uraian isi paparan yang belum
dipahami dalam kaitannya dengan bagian isi paparan yang lainnya ssecara umum.
3)
Précis, yakni meringkas uraian panjang lebar tentang isi paparan yang belum
dipahami sesuai dengan ketepatan dan keselarasannya dengan isi dalam bagian
lain dari teks itu sendiri. Kegiatan terakhir adalah paraphrase.
Pada tahap puitika, pembaca harus berusaha memahami
kaidah-kaidah abstrak yang secara instrinsik terdapat dalam teks sastra itu
sendiri. Dalam hal ini, kaidah abstrak tersebut dapat dipahami melalui dua
tahap kegiatan, antara lain, 1) interpretasi, dan 2) deskripsi. Interpretasi
terhadap makna dalam teks sastra dalam hal ini harus bertolak dari realitas
yang ada dalam teks sastra itu sendiri. Tahap kedua adalah deskripsi. Meskipun
deskripsi itu tampak terlalu ilmiah untuk mengkaji ragam seni, tetapi menurut
Todorov, isitilah tersebut memiliki nuansa arti sendiri. Bila dalam metode
deskriptif adalah metode yang bertujuan memberikan perolehan realitas yang
diteliti apa adanya, maka tahap pendeskripsian makna dalam teks sastra
diharapkan sepenuhnya bertolak dari makna yang terkandung dalam teks sastra itu
sendiri.
Berikut ini
akan dipaparkan beberapa ragam membaca yang berkaitan dengan kegiatan
mengapresiasi cipta sastra, yakni:
1.
Membaca
Teknik
Membaca teknik adalah cara membaca yang dilakukan secara bersuara sesuai
dengan aksentuasi, intonasi, dan irama yang benar selaras dengan gagasan serta
suasana penuturan dalam teks yang dibaca. Dalam kegiatan membaca sastra, dapat
dijumpai dalam membaca poetry reading sastra secara lisan
memiliki sifat redeskriptif. Dalam membaca redeskriptif itu, bunyi ujar
tidak muncul secara sewenang-wenang. Tetapi, harus mampu menggambarkan isi
cerita serta suasana yang semula yang dijelaskan pengarang secara tertulis. Dalam
hal ini, kegiatan poetry reading dapat dilakukan meliputi 1) pelafalan,
2) penentuan kualitas bunyi: tinggi-rendah, keras-lunak, 3) tempo, dan 4)
irama.
Selain keempat aspek tersebut, membaca secara lisan juga melibatkan
aspek tubuh, pembaca juga harus mampu menata gerak mimik atau facial expression,
gerak bagian-bagian tubuh atau gesture, maupun penataan posisi tubuh
atau posture. Juga, eye contact sebagai salah satu upaya
menciptakan hubungan batin dengan pendengarnya juga harus diperhatikan.
2. Membaca Esteti
Ragam membaca
estetis juga memiliki kaitan utama dalam mengapresiasi sastra. Membaca estetis
merupakan kegiatan membaca yang dilatarbelakangi tujuan menikmati serta
menghargai unsur-unsur keindahan yang terpapar dalam suatu teks sastra.
Sementara itu, agar dapat dan mampu menikmati dan menghayati, terlebih dahulu
pembaca harus mempu memahami isi serta suasana penuturan dalam teks yang
dibacanya. Istilah membaca estetis juga sering dikenal dengan membaca indah,
membaca emotif, dan membaca sastra. Membaca estetis dapat terwujud lewat
kegiatan membaca dalam hati maupun dalam bentuk membaca secara lisan.
3.
Membaca
Kritis
Membaca
kritis merupakan salah satu ragam membaca sastra yang dilakukan dengan
menggunakan pikiran dan perasaan secara kritis untuk menemukan dan
mengembangkan suatu konsep dengan jalan membandingkan isi teks yang dibaca
dengan pengetahuan, pengalaman, serta realitas lain yang diketahui pembaca
untuk memberikan identifikasi, perbandingan, penyimpulan dan penilaian. Jadi,
dengan membaca sastra, seorang pembaca teks sastra, bukan hanya bertujuan
memahami, menikmati, dan menghayati melainkan juga bertujuan memberikan
penilaian.
Berdasarkan paparan
ragam membaca di atas, terdapat
beberapa tahapan dalam membaca yang dikutip dalam Aminuddin (2002).
a.
Tahap
Pemahaman Media Bentuk Tulisan
Pemahaman
media bentuk tulisan berhubungan dengan tulisan berbentuk huruf, tanda baca,
bentuk penulisan paragraf maupun sistematika dalam memaparkan gagasannya.aspek
tulisan huruf merupakan kode yang mampu merepresentasikan atau menjadi
pengungkap suatu gagasan yang menggunakan media bahasa dalam tes. Aspek tanda
baca sebagai penanda, pengatur, dan tatanan huruf yang mengandung gagasan
tertentu akan memberikan pemahaman representasi tuturan lisan yang semula
berupa penghentian, perintah, pertanyaan dan lain-lain.
b.
Tahapan
Pemahaman Media Kebahasaan
Istlah gramatikal dalam linguistik, hanya mencakup aspek morfologi dan
sintaksis, sedangkan aspek fonologi dan semantik dianggap sebagai unsur
eksternal. Akan tetapi, dalam perkembangannya lebih lanjut, aspek fonologi dan
semantik juga termasuk intrinsik bahasa karena bagaimana pun juga unsur bunyi
dan makna merupakan unsur penting dalam bahasa. Jalan pikiran yang terakhir
itulah yang dianut penulis dalam kajian butir ini.
c.
Tahap
Pemahaman Aspek Leksis-Semantis
Pengertian pemahaman aspek leksis-semantis dalam
kajian ini adalah tahap kegiatan pembaca dalam upaya memahami kata-kata dalam suatu teks,
baik secara tersurat maupun tersirat. Hal ini perlu disinggung dalam pembahasan
ini karena gagasan yang disampaikan pengarang dapat disampaikan secara
eksplisit maupun simbolik. Sajian gagasan demikian, sejalan juga dengan
pembagian makna dalam bidang studi semantik yang membedakan antara makna
denotatif, yaitu satu lambang satu makna, dan makna konotatif, satu
lambang mengimplikasikan berbagai macam makna.
Selain
beberapa cara di atas, dalam rangka memahami makna dalam teks sastra, terutama
puisi, dalam telaah sastra dikenal adanya beberapa paham, antara lain fenomenologi
dan hermeneutika. Dalam fenomenologi, misalnya, dalam upaya memahami
makna suatu teks sastra dikenal adanya beberapa tahapan, yakni:
·
Pembaca
berusaha memahami realitas yang digambarkan pengarang secara tersurat,
·
pembaca
mengidentifikasi satuan realitas apa saja yang benar-benar bermakna atau
mengafirmasi,
·
pembaca
menahan atau mengurung realitas bermakna dalam kesadarannya,
·
pembaca
mengadakan reduksi, yakni penyaringan realitas yang menjadi inti gagasan,
·
pembaca
melaksanakan abstraksi untuk menemukan berbagai kemungkinan makna realitas yang
masih tersirat,
·
pembaca
mengadakan ideasi, yakni menyimpulkan pemaknaan inti realitas sehingga menjadi
satuan-satuan yang bermakna,
·
pembaca
menyusun pokok pikiran yang terdapat dalam teks sastra yang dibaca.
Dalam
hermeneutika, pemahaman teks itu disebut memiliki lingkaran timbale balik yang
bersifat dinamis.lingkaran itu adalah: (1) teks sastra sebagai sesuatu yang
bermakna di bentuk oleh pengarangdengan berbagai latar histories dan
sosial-budaya, (2) teks sebagai sesuatu yang bermakna memberikan gambaran makna
itu kepada pembaca dengan berbagai kemungkinannya, (3) pengetahuan dan
pengalaman pembaca yang dibentuk oleh unsur kesejarahan dan sosial-budaya
menentukan kualitas pemakna, (4) pembaca berusaha memberikan makna sesuai
dengan konteks sejarah dan sosial-budaya sekaligus juga pada bentuk serta konteks
yang terdapat di dalam teks, dan (5) pembaca menyimpulkan makna sesuai dengan
gagasan yang ingin dipaparkan pengarang. Dari situasi tersebut terjadilah
lingkaran hermeneutika.
d.
Tahap Penarikan Kesimpulan
Tahap penarikan
kesimpulan dibedakan atas
tahap penarikan kesimpulan yang
terdapat di dalam setiap bacaan serta tahap kesimpulan dari totalitas makna
atau gagasan yang terdapat di dalam bacaan. Dalam membaca sastra, bentuk
penyimpulan tersebut mutlak harus dilakukan, karena media pemaparnya dalam teks
sastra meliputi tiga aspek yaitu 1) tulisan, 2) bahasa, dan 3) struktur verbal
yang berkaitan dengan unsur-unsur intrinsik yang pembangun karya sastra sebagai
suatu wacana.
Dalam rangkan
menyimpulkan makna teks sastra, tahap penyimpulan yang harus dilalui adalah 1)
penyimpulan nuansa makna dan suasana sehubungan dengan pemilihan bunyi, 2)
penyimpulan makna kata, terutama kata konotatif, 3) penyimpulan hubungan makna
kata baris atau kalimatnya, 4) penyimpulan pokok-pokok pikiran yang terkandung
dalam satuan kalimat, baik atau paragraf, 5) penyimpulan butir-butir makna yang
terkandung dalam aspek struktur verbal wacana sastra, baik setting,
karakterisasi, dialog dan lain-lainnya, 6) penyimpulan totalitas makna, dan 7)
penyimpulan tema.
B.
PENILAIAN
PEMBACAAN TEKS SASTRA
Telah dipaparkan
sebelumnya, bahwa membaca teknik dan membaca estetik sebagai bentuk kegiatan
yang berkaitan dengan kegiatan menikmati sastra. Kegiatan demikian, selain
dapat dapat berlangsung secara informal, juga dapat berlangsung dalam bentuk
lomba sebagai bagian daari kegiatan perayaan tertentu. Untuk itu, tentunya
dibutuhkan semacam pedoman latihan bagi para calon apresiator. Umumnya, banyak
di antara mereka yang tidak menguasai atau memahahi kriteria penilaian yang
digunakan dalam pembacaan teks lisan.
Ada tiga
unsur utama yang harus diperhatikan ketika melakukan kegiatan membaca teks
sastra secara lisan, baik itu berupa puisi maupun cerpen. Ketiga unsur tersebut
saling mempengaruhi dan berkaitan sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama
lain, yakni: 1) pemahaman, 2) penghayatan, dan 3) pemaparan. Pemahaman
berkaitan dengan kemampuan memahami makna dalam bacaan sastra, memahami suasana
penuturan dalam teks sastra yang dibaca, sikap pengarang, serta intensi yang
mendasarinya. Agar seseorang dapat memahami isi bacaan sastra yang akan
dibacanya, pembaca terlebih dahulu harus dapat memahami prisnip-prinsip dalam
apresiasi sastra.
Kemampuan
seseorang dalam memahami 1) makna, 2) suasana penuturan, 3) sikap pengarang,
dan 4) intensi pengarang, juga menentukan bentuk penghayatannya terhadap karya
sastra tersebut. sebagai contoh, pembacaan puisi di tiap perlombaan antar siswa
dalam suatu even/peristiwa, terkadang terlihat lucu ketika seseorang
membacakan puisinya dengan penghayatan yang tidak sesuai dengan isi puisinya,
sehingga bagi orang yang mamahami puisi dan cara menghayatinya akan terlihat
kontras.
Keempat aspek
dalam memahami puisi di atas juga terdapat dalam penghayatan puisi. Selain itu,
bentuk latihan yang dapat menunjang tumbuhnya kemampuan menghayati keempat
aspek tersebut, antara lain: 1) latihan berkonsentrasi untuk memasuki dunia
pengalaman batin yang dinuansakan pengarang dari teks sastra yang akan
dibacakan, 2) pelafalan untaian paparan bahan dalam objek bacaan secara
perlahan-lahan sesuai dengan suasana penuturan yang akan ditampilkannya, 3)
usaha mengidentikkan diri sebagai penutur pertama, dan bukan sekadar sebagai pembaca
yang mengemban tugas menyampaikan berita dari orang lain.
Gejala
konkret dari kemampuan pembaca dalam memahami dan menghayati isi bacaan sastra
yang dibacakannya, tampak dalam pemaparan ataupun penampilannya. Disebut
demikian, karena kuat, lunak, tinggi, rendah, kecepatan maupun pelambatan bunyi
ujaran yang dimunculkan pembaca, semata-mata ditentukan oleh ciri makna,
suasana penuturan, serta penekanan intensi penuturnya. Selain gejala tersebut,
masalah lain yang perlu diperhatikan adalah 1) Pelafalan, 2) ekspresi, 3)
kelenturan, dan daya konversasi.
Kemampuan
melafalkan bunyi ujaran secara tepat, kuat dan jelas merupakan kunci
keberhasilan dalam membacakan teks sastra secara lisan. Bentuk latihan
sederhana yang dapat ditempuh dalam hal ini ialah: 1) melafalkan bunyi-bunyi
vokal secara tepat sesuai dengan ciri daerah artikulasinya, 2) melafalkan
kata-kata dalam puisi yang akan dibaca secara lepas-lepas dengan memberikan
penekanan silabik, pelafalan bunyi konsonan secara kuat, dan 3) membaca
keseluruhan bahan bacaan dengan bebas, suara keras-keras, tentunya dengan
memilih tempat yang pantas untuk melakukannya.
Latihan
ekspresi dapat dilakukan dengan melakukan semacam senam wajah dan kelenturan
tubuh. Latihan tersebut bertujuan untuk menumbuhkan relaksasi sebagai unsur
yang penting dalam pembacaan teks sastra. Misalnya pembacaan puisi terkadang
tampak suasana tegang sewaktu membacakan teks tersebut sehingga penguasaan
ekspresi sejalan dengan ciri semantik teks sastra yang dibacakannya.
Kegiatan
membaca sastra secara lisan yang brelangsung di depan khalayak pendengar,
sebenarnya juga merupakan salah satu bentuk komunikasi. Dengan demikian,
pembaca perlu memperhitungkan unsur-unsur yang dapat menumbuhkan keakraban
suasana antara dirinya sebagai penutur dengan khalayak sebagai pendengar.
Unsur-unsur tersebut antara lain, penciptaan kontak lewat pandangan mata,
pengaturan posisi tubuh, maupun pengaturan gerak-gerik bagian tubuh, unsur lain
adalah keluwesan sikap dan kewajaran. Hal ini perlu diperhatikan disebabkan banyaknya
yang sering mengalami demam panggung ke.tika berada di atas panggung atau depan
khalayak.
Apresiasi sastra
secara langsung adalah
kegiatan membaca atau menikmati cipta sastra berupa teks
maupun performansi secara langsung. Kegiatan membaca suatu teks sastra secara
langsung itu dapat terwujud melalui kegiatan membaca, memahami, menikmati serta
mengevaluasi teks sastra, baik yang berupa cerpen, novel, roman, maupun teks
sastra yang berupa puisi.
Kegiatan langsung yang mewujud dalam
kegiatan mengapresiasi sastra pada performansi
misalnya saat anda
melihat, mengenal, memahami, menikmati, ataupun memberikan
penilaian pada kegiatan membaca puisi, cerpen, pememtasan drama, baik di radio,
televisi, maupun pementasan di panggung terbuka. Bentuk kegiatan ini secara
kontinum harus dilakukan sungguh-sungguh, dan berulangkali. Hal ini dimaksudkan
seorang apresiator dapat
mengembangkan kepekaan pikiran
dan perasaan dalam
rangka mengapresiasi suatu karya sastra.
Kegiatan tak langsung dapat dilaksanakan
dengan cara mempelajari teori sastra, membaca artikel yang berhubungan dengan
kesastraan, baik di majalah, di koran, mempelajari penilaian buku maupun esei
yang membahas dan memberikan gambaran terhadap suatu karya sastra serta
mempelajari sejarah sastra. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan
dalam rangka mengapresiasi suatu cipta sastra. Kegiatan menikmati sastra
seringkali diistilahkan dengan
‘menggauli’ sastra.
Kegiatan menggauli sastra dapat
berupa kegiatan yang bersifat reseptif dan dapat pula berupa kegiatan yang
bersifat kreatif. Menggauli sastra secara reseptif adalah menikmati hal-hal
yang berkaitan dengan bentuk-bentuk sastra (puisi-prosa-drama), misalnya
memperhatikan/mendengarkan deklamasi/baca puisi, menonton pementasan drama,
membaca pemahaman (dalam hati) cerita atau
puisi. Sedangkan menggauli sastra
secara kreatif kegiatan yang mengharapkan adanya
penciptaan bentuk-bentuk sastra
secara lisan atau tertulis, misalnya menulis cerpen atau
puisi, membaca puisi, mendeklamasi puisi, mementaskan drama.
Berikut ini disajikan
format penilaian hasil pembacaan teks sastra secara
lisan.
Nama peserta
|
:
|
|
Nomor undian
|
:
|
|
Puisi
|
:
|
|
Karya
|
:
|
|
Komponen
yang dinilai
|
Nilai
|
Catatan
|
||||
A
|
B
|
C
|
D
|
|||
1. PEMAHAMAN
|
||||||
1.1 Makna
|
||||||
1.2
|
Suasana
|
|||||
1.3
|
Sikap penutur
|
|||||
1.4
|
Intensi
|
|||||
II. PENGHAYATAN
|
||||||
2.1 Makna
|
||||||
2.2
|
Suasana
|
|||||
2.3
|
Sikap penutur
|
|||||
2.4
|
Intensi
|
|||||
III. PEMAPARAN
|
||||||
3.1
|
Kualitas ujaran
|
|||||
3.2 Tempo
|
||||||
3.3
|
Durasi
|
|||||
3.4
|
Pelafalan
|
|||||
3.5
|
Ekspresi
|
|||||
3.6
|
Kelenturan
|
|||||
3.7
|
Konversasi
|
Jumlah
Rata-rata
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Dalam tahap proyeksi,
kegiatan pembaca adalah memahami unsur-unsur di luar teks, tetapi yang secara
kongruen atau secara laras dan bersama-sama menunjang kehadiran teks
pengarangnya. Tahap komentar, seorang pembaca memahami isi paparan teks
yang terbatas pada bentuk paparan yang “tersisa” dari jangkauan pemahaman
pembaca. Oleh karena itu, ada tiga tahap kegiatan yang terdapat dalam komentar,
yakni: Eksplikasi, Elusidasi, Précis.
2. Ragam membaca yang berkaitan dengan kegiatan
mengapresiasi cipta sastra, yakni: Membaca
Teknik, Membaca Esteti, Membaca Kritis.
3.
beberapa
tahapan dalam membaca yang dikutip dalam Aminuddin (2002), yakni : Tahap Pemahaman Media Bentuk Tulisan,
Tahapan Pemahaman Media Kebahasaan, Tahap Pemahaman Aspek Leksis-Semantis,
Tahap Penarikan Kesimpulan
4. Ada tiga unsur utama yang harus diperhatikan ketika
melakukan kegiatan membaca teks sastra secara lisan, baik itu berupa puisi
maupun cerpen. Ketiga unsur tersebut saling mempengaruhi dan berkaitan sehingga
tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yakni: 1) pemahaman, 2) penghayatan, dan
3) pemaparan. Pemahaman berkaitan dengan kemampuan memahami makna dalam bacaan
sastra, memahami suasana penuturan dalam teks sastra yang dibaca, sikap
pengarang, serta intensi yang mendasarinya. Agar seseorang dapat memahami isi
bacaan sastra yang akan dibacanya, pembaca terlebih dahulu harus dapat memahami
prisnip-prinsip dalam apresiasi sastra.
5. Kegiatan langsung yang mewujud dalam
kegiatan mengapresiasi sastra pada performansi
misalnya saat anda
melihat, mengenal, memahami, menikmati, ataupun memberikan
penilaian pada kegiatan membaca puisi, cerpen, pememtasan drama, baik di radio,
televisi, maupun pementasan di panggung terbuka. Bentuk kegiatan ini secara
kontinum harus dilakukan sungguh-sungguh, dan berulangkali. Hal ini dimaksudkan
seorang apresiator dapat
mengembangkan kepekaan pikiran
dan perasaan dalam
rangka mengapresiasi suatu karya sastra.
B.
Saran
1. Proses apresiasi sebagai bentuk penhargaan,
penilayan, penghayatan harus dilakukan dengan baik sehingga dapat memahami dan
menilai suatu karya satra dengan baik.
2. Sebaiknya
metode yang talah kami paparkan menjadi salah satu pedoman dalam proses
apresiasi karya sastara.
3. Dengan
membaca karya sastra maka kita telah melakukan suatu apresiasi, oleh karena itu
gunakan beberapa cara membaca seperti yang terdapat dalam pembahasan makalah
ini.
4. Suatu
apresiasi dikatakan baik jika sesorang mampu menemukan nilai-nilai moral yang
terkandung dalam karya sastra melalui proses membaca.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Ratna, Nyoman Khuta. 2014. Teori, Metode, dan Teknik
Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Komentar
Posting Komentar